Pentingnya Inovasi di Bidang Pendidikan
Kata inovasi seringkali dikaitkan dengan perubahan, tetapi tidak setiap perubahan dapat dikategorikan sebagai inovasi. Rogers (1983 : 11) memberikan batasan yang dimaksud dengan inovasi adalah suatu gagasan, praktek, atau objek benda yang dipandang baru oleh seseorang atau kelompok adopter lain. Kata "baru" bersifat sangat relatif, bisa karena seseorang baru mengetahui, atau bisa juga karena baru mau menerima meskipun sudah lama tahu.
Berdasarkan batasan dan penjelasan Rogers tersebut, dapat dikatakan bahwa munculnya inovasi karena ada permasalahan yang harus diatasi, dan upaya mengatasi permasalahan tersebut melalui inovasi (seringkali disebut dengan istilah "pembaharuan" meskipun istilah ini tidak identik dengan inovasi). Inovasi ini harus merupakan hasil pemikiran yang original, kreatif, dan tidak konvensional. Penerapannya harus praktis di mana di dalamnya terdapat unsur-unsur kenyamanan dan kemudahan. Semua ini dimunculkan sebagai suatu upaya untuk memperbaiki situasi / keadaan yang berhadapan dengan permasalahan.
Seperti telah dikemukakan bahwa munculnya suatu inovasi adalah sebagai alternatif pemecahan masalah, maka langkah pertama pengembangan suatu inovasi didahului dengan pengenalan terhadap masalah (Rogers, 1983 ; Lehman, 1981). Identifikasi terhadap masalah inilah yang kemudian mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan (R&D) atau evaluasi kurikulum, yang dirancang untuk menciptakan suatu inovasi. Dalam hal ini perlu untuk diperhatikan bahwa inovasi akan mempunyai makna jika inovasi tersebut diterapkan atau diadopsi, sebab jika inovasi tersebut tidak diterapkan/diadopsi/disebarluaskan maka inovasi tersebut hanya akan menjadi inovasi yang tidak terpakai. Terhadap pengadopsian ini dikenal strategi sentralisasi dan strategi desentralisasi. (disebut penyebaran/difusi inovasi jika ditinjau dari sisi pengembang inovasi, sedangkan adopsi inovasi merupakan prosedur yang dilihat dari sisi calon pemakai/adopter). Baik strategi sentralisasi maupun desentralisasi akan memunculkan permasalahan baru pada saat adopsi/difusinya.
Perubahan adalah suatu bentuk yang wajar terjadi, bahkan para filosof berpendapat bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang abadi kecuali perubahan. Hal yang sama juga terjadi dalam dunia pendidikan. Dari waktuu ke waktu harus ada sebuah pembaharuan dalam hal pendidikan baik dari segi kurikulum, metode, penetapan materi pengajaran harus disuaikan dengan karakteristik siswa dan aspek lingkungan yang sangat mempengaruhi. Semua perubahan akan membawa resiko, tetapi strategi mempertahankan struktur suatu kurikulum, metode, model dan media. Tanpa perubahan akan membawa bencana dan malapetaka, sebab mengkondisikan dalam posisi status quo menyebabkan pendidikan tertinggal dan generasi bangsa tersebut tidak dapat mengejar kemajuan yang diperoleh melalui perubahan.
Posisi pendidikan menjadi sangat vital dalam pembentukan pribadi manusia, sebab manusia yang memiliki kecerdasan intelektual setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Tereliminasinya pendidikan nilai pada kurikulum lembaga pendidikan formal disinyalir oleh berbagai kalangan sebagai salah satu penyebab utama akan kemerosotan moral dan budi pekerti masyarakat yang tercermin dari tingginya angka kriminalitas maupun perbuatan amoral. Dalih integrasi pendidikan nilai dalam pendidikan kewarganegaraan dan keagamaan, pada implementasinya menjadi tidak tepat sasaran karena pendidikan nilai diberikan dengan metode hapalan dengan porsi yang minim untuk memenuhi evaluasi proses pendidikan yang hanya mengukur ranah kognitif semata. Tentunya hal tersebut bertolakbelakang dengan prinsip pendidikan nilai yang mencakup ranah afektif dan tidak dapat terukur dengan model evaluasi pendidikan sebagaimana ditentukan oleh sistem pendidikan nasional. Dengan demikian, inovasi selalu dibutuhkan, terutama dalam bidang pendidikan, untuk mengatasi masalah-masalah yang tidak hanya terbatas masalah pendidikan tetapi juga masalah-masalah yang mempengaruhi kelancaran proses pendidikan.
Salah satu aspek penting dalam konteks pendidikan di manapun adalah dengan memperhatikan kurikulum, metode, model dan media yang diusung oleh pendidikan tersebut. Seringkali kurikulum, metode, model dan media dijadikan objek penderita, dalam pengertian bahwa ketidakberhasilan suatu pendidikan diakibatkan terlalu seringnya kurikulum, metode, model dan media tersebut berubah. Padahal, seharusnya dipahami bahwa kurikulum, metode, model dan media seyogyanya dinamis, harus berubah mengikuti perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya. Cuban (1991) mengemukakan bahwa untuk memahami perubahan kurikulum perlu untuk dipahami tiga pokok pemikiran tentang perubahan tersebut yakni (a) rencana perubahan itu selalu baik, (b) harus dipisahkan antara perubahan (change) dengan kemantapan (stability), dan (c) apabila rencana perubahan sudah diadopsi maka perlu untuk dilakukan perbaikan terhadap rencana tersebut (improvement).
Berdasarkan batasan dan penjelasan Rogers tersebut, dapat dikatakan bahwa munculnya inovasi karena ada permasalahan yang harus diatasi, dan upaya mengatasi permasalahan tersebut melalui inovasi (seringkali disebut dengan istilah "pembaharuan" meskipun istilah ini tidak identik dengan inovasi). Inovasi ini harus merupakan hasil pemikiran yang original, kreatif, dan tidak konvensional. Penerapannya harus praktis di mana di dalamnya terdapat unsur-unsur kenyamanan dan kemudahan. Semua ini dimunculkan sebagai suatu upaya untuk memperbaiki situasi / keadaan yang berhadapan dengan permasalahan.
Seperti telah dikemukakan bahwa munculnya suatu inovasi adalah sebagai alternatif pemecahan masalah, maka langkah pertama pengembangan suatu inovasi didahului dengan pengenalan terhadap masalah (Rogers, 1983 ; Lehman, 1981). Identifikasi terhadap masalah inilah yang kemudian mendorong dilakukannya penelitian dan pengembangan (R&D) atau evaluasi kurikulum, yang dirancang untuk menciptakan suatu inovasi. Dalam hal ini perlu untuk diperhatikan bahwa inovasi akan mempunyai makna jika inovasi tersebut diterapkan atau diadopsi, sebab jika inovasi tersebut tidak diterapkan/diadopsi/disebarluaskan maka inovasi tersebut hanya akan menjadi inovasi yang tidak terpakai. Terhadap pengadopsian ini dikenal strategi sentralisasi dan strategi desentralisasi. (disebut penyebaran/difusi inovasi jika ditinjau dari sisi pengembang inovasi, sedangkan adopsi inovasi merupakan prosedur yang dilihat dari sisi calon pemakai/adopter). Baik strategi sentralisasi maupun desentralisasi akan memunculkan permasalahan baru pada saat adopsi/difusinya.
Perubahan adalah suatu bentuk yang wajar terjadi, bahkan para filosof berpendapat bahwa tidak ada satupun di dunia ini yang abadi kecuali perubahan. Hal yang sama juga terjadi dalam dunia pendidikan. Dari waktuu ke waktu harus ada sebuah pembaharuan dalam hal pendidikan baik dari segi kurikulum, metode, penetapan materi pengajaran harus disuaikan dengan karakteristik siswa dan aspek lingkungan yang sangat mempengaruhi. Semua perubahan akan membawa resiko, tetapi strategi mempertahankan struktur suatu kurikulum, metode, model dan media. Tanpa perubahan akan membawa bencana dan malapetaka, sebab mengkondisikan dalam posisi status quo menyebabkan pendidikan tertinggal dan generasi bangsa tersebut tidak dapat mengejar kemajuan yang diperoleh melalui perubahan.
Posisi pendidikan menjadi sangat vital dalam pembentukan pribadi manusia, sebab manusia yang memiliki kecerdasan intelektual setinggi apapun tidak akan bermanfaat secara positif bila tidak memiliki kecerdasan afektif secara emosional, sosial, maupun spiritual. Tereliminasinya pendidikan nilai pada kurikulum lembaga pendidikan formal disinyalir oleh berbagai kalangan sebagai salah satu penyebab utama akan kemerosotan moral dan budi pekerti masyarakat yang tercermin dari tingginya angka kriminalitas maupun perbuatan amoral. Dalih integrasi pendidikan nilai dalam pendidikan kewarganegaraan dan keagamaan, pada implementasinya menjadi tidak tepat sasaran karena pendidikan nilai diberikan dengan metode hapalan dengan porsi yang minim untuk memenuhi evaluasi proses pendidikan yang hanya mengukur ranah kognitif semata. Tentunya hal tersebut bertolakbelakang dengan prinsip pendidikan nilai yang mencakup ranah afektif dan tidak dapat terukur dengan model evaluasi pendidikan sebagaimana ditentukan oleh sistem pendidikan nasional. Dengan demikian, inovasi selalu dibutuhkan, terutama dalam bidang pendidikan, untuk mengatasi masalah-masalah yang tidak hanya terbatas masalah pendidikan tetapi juga masalah-masalah yang mempengaruhi kelancaran proses pendidikan.
Salah satu aspek penting dalam konteks pendidikan di manapun adalah dengan memperhatikan kurikulum, metode, model dan media yang diusung oleh pendidikan tersebut. Seringkali kurikulum, metode, model dan media dijadikan objek penderita, dalam pengertian bahwa ketidakberhasilan suatu pendidikan diakibatkan terlalu seringnya kurikulum, metode, model dan media tersebut berubah. Padahal, seharusnya dipahami bahwa kurikulum, metode, model dan media seyogyanya dinamis, harus berubah mengikuti perubahan yang terjadi dalam masyarakatnya. Cuban (1991) mengemukakan bahwa untuk memahami perubahan kurikulum perlu untuk dipahami tiga pokok pemikiran tentang perubahan tersebut yakni (a) rencana perubahan itu selalu baik, (b) harus dipisahkan antara perubahan (change) dengan kemantapan (stability), dan (c) apabila rencana perubahan sudah diadopsi maka perlu untuk dilakukan perbaikan terhadap rencana tersebut (improvement).