Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT)
Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melaui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.
Menurut A. Kosasih Djahiri (1985) model pembelajaran VCT meliputi; metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan; wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal juga dengan metode bermain peran. Metode dan model di atas dianggap sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PKn, karena mata pelajaran PKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan prilaku siswa, disamping membina kecerdasan (knowledge) siswa.
Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dan nilai baru.
Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan (1) Untuk mengukur atau mengetahul tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai. (2) Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya. (3) Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa. (4) Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog , antara lain yaitu (1) Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik. (2) Jangan memaksa siswa untuk memberi respons tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya. (3) Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, Sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya. (4)Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas. (5)Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, Sehingga ia menjadi defensif. (6) Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu. (7) Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka melalui strategi pembelajaran kooperatif metode Value clarification technique (VCT) diharapkan siswa akan lebih bergairah dan menyenangkan dalam menerima pelajaran PKn yang pada gilirannya tujuan pembentukan atau penanaman nilai dan sikap dapat tercapai.
Menurut A. Kosasih Djahiri (1985) model pembelajaran VCT meliputi; metode percontohan; analisis nilai; daftar/matriks; kartu keyakinan; wawancara, yurisprudensi dan teknik inkuiri nilai. Selain itu dikenal juga dengan metode bermain peran. Metode dan model di atas dianggap sangat cocok diterapkan dalam pembelajaran PKn, karena mata pelajaran PKn mengemban misi untuk membina nilai, moral, sikap dan prilaku siswa, disamping membina kecerdasan (knowledge) siswa.
Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dan nilai baru.
Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral bertujuan (1) Untuk mengukur atau mengetahul tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai. (2) Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya. (3) Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa. (4) Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Pembelajaran VCT menurut A. Kosasih Djahiri (1992), dianggap unggul untuk pembelajaran afektif karena; pertama, mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral; kedua, mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan; ketiga mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata; keempat, mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama potensi afektualnya; kelima, mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan; keenam, mampu menangkal, meniadakan mengintervensi dan menyubversi berbagai nilai moral naif yang ada dalam sistem nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang; ketujuh, menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.
Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog , antara lain yaitu (1) Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik. (2) Jangan memaksa siswa untuk memberi respons tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya. (3) Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka, Sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya. (4)Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas. (5)Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, Sehingga ia menjadi defensif. (6) Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu. (7) Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka melalui strategi pembelajaran kooperatif metode Value clarification technique (VCT) diharapkan siswa akan lebih bergairah dan menyenangkan dalam menerima pelajaran PKn yang pada gilirannya tujuan pembentukan atau penanaman nilai dan sikap dapat tercapai.