Sertifikasi Guru Tidak Menjamin Kualitas Pendidikan
Guru sekarang menjadi sebuah profesi, dulunya orang mengenal guru itu dengan seorang yang memiliki harkat dan martabat lebih tinggi. Atau orang menyebutnya dengan pahalawan tanpa tanda jasa. Memang guru memberi peranan besar dalam memajukan pendidikan. Pendidikan yang mengarahakan manusia untuk mengembangkan dirinya, menjadikan apa yang dulu tak mengerti menjadi mengerti dan juga memanusiakan manusia dengan mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai kehidupan.
Dan sekarang ini rasanya guru menjadi pilihan pekerjaan yang diburu banyak orang. Tentunya karena berbagai alasan, mulai dari kesejahteraan yang bisa lebih baik sampai niat suci untuk memajukan pendidikan. Guru memberikan jaminan hidup, dengan gaji dan tunjangan, pensiunan layaknya PNS, dan yang tak kalah menariknya yaitu tunjangan profesi. Dengan deretan rincian gaji seperti itu seharusnya memberikan nilai tambah guru. Artinya apa yang sudah diberikan haruslah sebanding dengan apa yang harus dilaksanakan.
Sertifikasi guru, adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru sehingga akan berdampak positif bagi kemajuan pendidikan. Konsekwensinya bagi guru yang lolos sertifikasi adalah mendapatkan tunjangan yang besar. Sehingga seorang guru berharap atau ingin bisa lolos dalam sertifikasi. Tapi sertifikasi guru ini tidak begitu besar dampaknya dalam meningkatkan kemajuan pendidikan. Memang pemerintah selain terus menambah jumlah guru juga harus meningkatkan kualitasnya. Tapi tentunya ada skala prioritas, dan rasanya sertifikasi tidak memberikan dampak maksimal.
Proses sertifikasi guru. Untuk bisa dikatakan profesional tentunya harus ada evaluasi, indikator yang harus nampak pada guru profesional. Fakta yang ada di lapangan, guru itu banyak yang membuatkan atau secara instan menyusun portofolio. Dan jika pun lewat DIKLAT yang dilakukan beberapa minggu tidak bisa memberikan perubahan yang begitu terlihat. Setelah guru dinyatakan lolos sertifikasi, apakah dia mau mengembangkan terus kemampuannya dalam mengajar atau mendidik? Hanya sedikit yang mau, misal dengan mengikuti seminar, workshop atau melanjutkan pendidikan formalnya. Yang ada mereka berpikir, apa yang diinginkan sudah didapat ya sudah. Selain itu tentunya proses sertifikasi ini harus berkelanjutan, guru dikatakan profesional harus ada tenggang waktunya, misalnya dengan 3 tahun sekali diadakan evaluasi guru kembali. Kenyataannya tidak, hanya sekali dan berlaku untuk waktu sampai kapan tidak jelas.
Produknya tak jelas, dengan tunjangan sertifikasi yang besar seharusnya menghasilkan sesuatu yang jelas. Misalnya saja bagi guru yang sudah sertifikasi haruslah mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan apa yang dipelajarinya dengan baik, misalnya dengan patokan nilai. Atau bagi guru yang sudah sertifikasi harus secara berkala membuat karya tulis ilmiah yang dipublikasikan. Kenyataanya target dan beban tugasny sama saja dengan guru yang belum sertifikasi.
Semangat kerja dan dedikasi yang kurang. Faktanya guru yang sudah sertifikasi tidak lebih berdedikasi dari guru sukarelawan (guru sukwan). Banyak beban mengajar atau diluar mengajar yang masih ada hubungannya dengan sekolah malah diberikan kepada guru sukarelawan. Dengan uang yang sudah banyak dimilikinya dengan mudah ia memberikan sebagaian uangnya untuk guru sukarelawan tapi dengan beban pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Sudah banyak dibahas kenaikan gaji itu juga akan dibarengi dengan kenaikan harga barang, jadi berapa besar tambahan gajinya nilainya menjadi sama. Dan tentunya jika ini tidak dilaksanakan secara jujur dan adil akan menciptakan kecemburuan sosial.
Niatnya sudah baik, yaitu dengan sertifikasi guru akan meningkatkan kualitas guru dan selanjutnya memperbaiki kualitas pendidikan. Prosesnya yang harus dilakukan dengan juga profesioanl yang nantinya juga bisa menghasilkan guru yang profesional. Karena didalam proses itulah tahapan yang paling penting. Dan tentunya apa yang sudah diberikan haknya terlebih dahulu berupa tunjangan profesi haruslah diimbangi dengan melaksanakan kewajiban yang semestinya dilakukan. Sehingga semua tidak menjadi percuma. Karena masih ada banyak komponen dan sektor pendidikan yang juga harus diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pendidikan.
Dan sekarang ini rasanya guru menjadi pilihan pekerjaan yang diburu banyak orang. Tentunya karena berbagai alasan, mulai dari kesejahteraan yang bisa lebih baik sampai niat suci untuk memajukan pendidikan. Guru memberikan jaminan hidup, dengan gaji dan tunjangan, pensiunan layaknya PNS, dan yang tak kalah menariknya yaitu tunjangan profesi. Dengan deretan rincian gaji seperti itu seharusnya memberikan nilai tambah guru. Artinya apa yang sudah diberikan haruslah sebanding dengan apa yang harus dilaksanakan.
Sertifikasi guru, adalah salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang secara umum bertujuan untuk meningkatkan kualitas guru sehingga akan berdampak positif bagi kemajuan pendidikan. Konsekwensinya bagi guru yang lolos sertifikasi adalah mendapatkan tunjangan yang besar. Sehingga seorang guru berharap atau ingin bisa lolos dalam sertifikasi. Tapi sertifikasi guru ini tidak begitu besar dampaknya dalam meningkatkan kemajuan pendidikan. Memang pemerintah selain terus menambah jumlah guru juga harus meningkatkan kualitasnya. Tapi tentunya ada skala prioritas, dan rasanya sertifikasi tidak memberikan dampak maksimal.
Proses sertifikasi guru. Untuk bisa dikatakan profesional tentunya harus ada evaluasi, indikator yang harus nampak pada guru profesional. Fakta yang ada di lapangan, guru itu banyak yang membuatkan atau secara instan menyusun portofolio. Dan jika pun lewat DIKLAT yang dilakukan beberapa minggu tidak bisa memberikan perubahan yang begitu terlihat. Setelah guru dinyatakan lolos sertifikasi, apakah dia mau mengembangkan terus kemampuannya dalam mengajar atau mendidik? Hanya sedikit yang mau, misal dengan mengikuti seminar, workshop atau melanjutkan pendidikan formalnya. Yang ada mereka berpikir, apa yang diinginkan sudah didapat ya sudah. Selain itu tentunya proses sertifikasi ini harus berkelanjutan, guru dikatakan profesional harus ada tenggang waktunya, misalnya dengan 3 tahun sekali diadakan evaluasi guru kembali. Kenyataannya tidak, hanya sekali dan berlaku untuk waktu sampai kapan tidak jelas.
Produknya tak jelas, dengan tunjangan sertifikasi yang besar seharusnya menghasilkan sesuatu yang jelas. Misalnya saja bagi guru yang sudah sertifikasi haruslah mengantarkan anak didiknya mencapai tujuan apa yang dipelajarinya dengan baik, misalnya dengan patokan nilai. Atau bagi guru yang sudah sertifikasi harus secara berkala membuat karya tulis ilmiah yang dipublikasikan. Kenyataanya target dan beban tugasny sama saja dengan guru yang belum sertifikasi.
Semangat kerja dan dedikasi yang kurang. Faktanya guru yang sudah sertifikasi tidak lebih berdedikasi dari guru sukarelawan (guru sukwan). Banyak beban mengajar atau diluar mengajar yang masih ada hubungannya dengan sekolah malah diberikan kepada guru sukarelawan. Dengan uang yang sudah banyak dimilikinya dengan mudah ia memberikan sebagaian uangnya untuk guru sukarelawan tapi dengan beban pekerjaan yang diberikan kepadanya.
Sudah banyak dibahas kenaikan gaji itu juga akan dibarengi dengan kenaikan harga barang, jadi berapa besar tambahan gajinya nilainya menjadi sama. Dan tentunya jika ini tidak dilaksanakan secara jujur dan adil akan menciptakan kecemburuan sosial.
Niatnya sudah baik, yaitu dengan sertifikasi guru akan meningkatkan kualitas guru dan selanjutnya memperbaiki kualitas pendidikan. Prosesnya yang harus dilakukan dengan juga profesioanl yang nantinya juga bisa menghasilkan guru yang profesional. Karena didalam proses itulah tahapan yang paling penting. Dan tentunya apa yang sudah diberikan haknya terlebih dahulu berupa tunjangan profesi haruslah diimbangi dengan melaksanakan kewajiban yang semestinya dilakukan. Sehingga semua tidak menjadi percuma. Karena masih ada banyak komponen dan sektor pendidikan yang juga harus diperbaiki untuk meningkatkan kualitas pendidikan.