Model Pembelajaran Contextual Teaching Learning
a. Hakikat CTL
“Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit-demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat” (Nurhadi dkk, 2004:13).
Contextual Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya (Hanafiah&Suhana, 2009:67).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan. Siswa bekerja dan mengalami, bukan hanya transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi atau proses pembelajaran lebih diutamakan dari pada hasil dari pembelajaran.
Menurut Sanjaya (2009:261-262) karakteristik CTL antara lain sebagai berikut.
• CTL menempatkan siswa sebagai subyek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran.
• Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi.
• Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
• Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman.
• Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri.
• Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri.
• Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki siswa selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya.
• Dalam CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka.
• Dalam CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
• Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara.
CTL menekankan pada berpikir lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan. Berikut ini adalah enam unsur kunci Pembelajaran Kontekstual (Trianto, 2007:102).
• Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka.
• Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan akan datang.
• Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu masalah.
• Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, negara bagian, nasional, asosiasi, dan atau industri.
• Responsif terhadap budaya: pendidik harus menghormati dan memahami nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan- kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik. Budaya-budaya ini, dan hubungan antar budaya ini mempengaruhi bagaimana cara pendidik mengajar.
• Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam stretegi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa.
b. Komponen CTL
Menurut Trianto (2007:105) pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Berikut ini penjelasannya.
• Konstruktivisme (Contructivism)
Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pada pendekatan ini menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Landasan berpikir konstruktivisme lebih menekankan pada strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.
• Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri dari: observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan.
Menurut Sanjaya (2009:265) langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut.
1. Merumuskan masalah
2. Mengajukan hipotesis
3. Mengumpulkan data
4. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
5. Membuat kesimpulan
• Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang selalu diawali dari ‘bertanya’. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Kegiatan tanya jawab dilakukan oleh guru dan siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
• Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun lingkungan yang terjadi secara alamiah. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar satu sama lain. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.
• Pemodelan (Modeling)
Menurut Sanjaya (2009) pemodelan adalah sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa untuk memudahkan, memperlancar, membangkitkan ide dalam proses pembelajaran. Model dapat diperoleh dari guru, siswa atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan.
Pemodelan dalam konsep ini adalah kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model.
• Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu dan merupakan respon terhadap kejadian serta aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
Refleksi bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Menurut Hanafiah&Suhana (2009:75) Pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu agar siswa melakukan refleksi yang diwujudkan dalam bentuk berikut.
1. Pertanyaan langsung tentang yang diperoleh hari itu
2. Jurnal belajar dibuku pribadi siswa
3. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.
• Penilaian Autentik (Authentic Assesment)
Assesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar harus menekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran.
c. Penerapan CTL di Kelas
Sesuai dengan faktor kebutuhan individual siswa, maka untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran dan pengajaran kontekstual di dalam kelas menurut Hanafiah&Suhana (2009:72) guru harus.
1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental (developmentally appropriate) siswa.
2. Membentuk group belajar yang saling tergantung (interdependent learning groups).
3. Mempertimbangan keragaman siswa (diversity of students).
4. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated learning) dengan tiga karakteristik umumnya (kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan).
5. Memperhatikan multiintelegensi (multiple intelligences) siswa.
6. Menggunakan teknik bertanya (questioning) yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
7. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (contructivism).
8. Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta).
9. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (questioning).
10. Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun kerjasama antar siswa.
11. Memodelkan (modeling) sesuatu agar siswa dapat menirunya untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
12. Mengarahkan siswa untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajari.
13. Menerapkan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).
“Pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching Learning) adalah konsep belajar dimana guru menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari; sementara siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit-demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggota masyarakat” (Nurhadi dkk, 2004:13).
Contextual Teaching Learning merupakan suatu proses pembelajaran holistik yang bertujuan untuk membelajarkan peserta didik dalam memahami bahan ajar secara bermakna (meaningfull) yang dikaitkan dengan konteks kehidupan nyata, baik berkaitan dengan lingkungan pribadi, agama, sosial, ekonomi, maupun kultural. Sehingga peserta didik memperoleh ilmu pengetahuan dan keterampilan yang dapat diaplikasikan dan ditransfer dari satu konteks permasalahan yang satu ke permasalahan lainnya (Hanafiah&Suhana, 2009:67).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Dengan konsep ini diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan. Siswa bekerja dan mengalami, bukan hanya transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Strategi atau proses pembelajaran lebih diutamakan dari pada hasil dari pembelajaran.
Menurut Sanjaya (2009:261-262) karakteristik CTL antara lain sebagai berikut.
• CTL menempatkan siswa sebagai subyek belajar, artinya siswa berperan aktif dalam setiap proses pembelajaran dengan cara menemukan dan menggali sendiri materi pelajaran.
• Dalam pembelajaran CTL, siswa belajar melalui kegiatan kelompok, berdiskusi, saling menerima dan memberi.
• Dalam CTL, pembelajaran dikaitkan dengan dengan kehidupan nyata secara riil; sedangkan dalam pembelajaran konvensional, pembelajaran bersifat teoritis dan abstrak.
• Dalam CTL, kemampuan didasarkan atas pengalaman.
• Tujuan akhir dari proses pembelajaran melalui CTL adalah kepuasan diri.
• Dalam CTL, tindakan atau perilaku dibangun atas kesadaran diri sendiri.
• Dalam CTL, pengetahuan yang dimiliki siswa selalu berkembang sesuai dengan pengalaman yang dialaminya.
• Dalam CTL, siswa bertanggung jawab dalam memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka.
• Dalam CTL, pembelajaran bisa terjadi dimana saja dalam konteks dan setting yang berbeda sesuai dengan kebutuhan.
• Oleh karena tujuan yang ingin dicapai adalah seluruh aspek perkembangan siswa, maka dalam CTL keberhasilan pembelajaran diukur dengan berbagai cara.
CTL menekankan pada berpikir lebih tinggi, transfer pengetahuan lintas disiplin, serta pengumpulan, penganalisaan dan pensintesisan informasi dan data dari berbagai sumber dan pandangan. Berikut ini adalah enam unsur kunci Pembelajaran Kontekstual (Trianto, 2007:102).
• Pembelajaran bermakna: pemahaman, relevansi dan penghargaan pribadi siswa bahwa ia berkepentingan terhadap konten yang harus dipelajari. Pembelajaran dipersepsi sebagai relevan dengan hidup mereka.
• Penerapan pengetahuan: kemampuan untuk melihat bagaimana apa yang dipelajari diterapkan dalam tatanan-tatanan lain dan fungsi-fungsi pada masa sekarang dan akan datang.
• Berpikir tingkat lebih tinggi: siswa dilatih untuk menggunakan berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu isu, atau memecahkan suatu masalah.
• Kurikulum yang dikembangkan berdasarkan standar: konten pengajaran berhubungan dengan suatu rentang dan beragam standar lokal, negara bagian, nasional, asosiasi, dan atau industri.
• Responsif terhadap budaya: pendidik harus menghormati dan memahami nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan- kebiasaan siswa, sesama rekan pendidik dan masyarakat tempat mereka mendidik. Budaya-budaya ini, dan hubungan antar budaya ini mempengaruhi bagaimana cara pendidik mengajar.
• Penilaian autentik: penggunaan berbagai macam stretegi penilaian yang secara valid mencerminkan hasil belajar sesungguhnya yang diharapkan dari siswa.
b. Komponen CTL
Menurut Trianto (2007:105) pendekatan CTL memiliki tujuh komponen utama yaitu konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar, pemodelan, refleksi dan penilaian sebenarnya. Berikut ini penjelasannya.
• Konstruktivisme (Contructivism)
Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pada pendekatan ini menekankan pentingnya siswa membangun sendiri pengetahuan mereka melalui keterlibatan aktif proses belajar mengajar. Kontruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya. Landasan berpikir konstruktivisme lebih menekankan pada strategi memperoleh lebih diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan mengingat pengetahuan.
• Inkuiri (Inquiry)
Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran berbasis kontekstual. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apa pun materi yang diajarkannya. Siklus inkuiri terdiri dari: observasi, bertanya, mengajukan dugaan, pengumpulan data dan penyimpulan.
Menurut Sanjaya (2009:265) langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah sebagai berikut.
1. Merumuskan masalah
2. Mengajukan hipotesis
3. Mengumpulkan data
4. Menguji hipotesis berdasarkan data yang ditemukan
5. Membuat kesimpulan
• Bertanya (Questioning)
Pengetahuan yang dimiliki oleh seseorang selalu diawali dari ‘bertanya’. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa.
Kegiatan tanya jawab dilakukan oleh guru dan siswa. Pertanyaan guru digunakan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir secara kritis dan mengevaluasi cara berpikir siswa, sedangkan pertanyaan siswa merupakan wujud keingintahuan. Tanya jawab dapat diterapkan antara siswa dengan siswa, guru dengan siswa, siswa dengan guru, atau siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas.
• Masyarakat Belajar (Learning Community)
Masyarakat belajar adalah kelompok belajar atau komunitas yang berfungsi sebagai wadah komunikasi untuk berbagi pengalaman dan gagasan. Konsep masyarakat belajar dalam CTL menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh melalui kerjasama dengan orang lain. Kerjasama itu dapat dilakukan dalam berbagai bentuk baik dalam kelompok belajar secara formal maupun lingkungan yang terjadi secara alamiah. Masyarakat belajar bisa terjadi apabila ada proses komunikasi dua arah. Dalam masyarakat belajar, dua kelompok yang terlibat dalam komunikasi pembelajaran saling belajar satu sama lain. Kegiatan saling belajar ini bisa terjadi apabila tidak ada pihak yang dominan dalam komunikasi, setiap pihak harus merasa bahwa setiap orang lain memiliki pengetahuan, pengalaman atau keterampilan yang berbeda yang perlu dipelajari.
• Pemodelan (Modeling)
Menurut Sanjaya (2009) pemodelan adalah sesuatu yang dapat ditiru oleh siswa untuk memudahkan, memperlancar, membangkitkan ide dalam proses pembelajaran. Model dapat diperoleh dari guru, siswa atau dari luar sekolah yang relevan dengan konteks dan materi yang sedang menjadi topik bahasan.
Pemodelan dalam konsep ini adalah kegiatan mendemontrasikan suatu kinerja agar siswa dapat mencontoh, belajar atau melakukan sesuatu sesuai dengan model yang diberikan. Guru memberi model tentang how to learn (cara belajar) dan guru bukan satu-satunya model.
• Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di masa yang lalu dan merupakan respon terhadap kejadian serta aktivitas atau pengetahuan baru yang diterima atau dilakukan. Melalui proses refleksi, pengalaman belajar itu akan dimasukkan dalam struktur kognitif siswa yang pada akhirnya akan menjadi bagian dari pengetahuan yang dimilikinya.
Refleksi bertujuan untuk mengidentifikasi hal yang sudah diketahui, dan hal yang belum diketahui agar dapat dilakukan suatu tindakan penyempurnaan. Menurut Hanafiah&Suhana (2009:75) Pada akhir pembelajaran guru menyisakan waktu agar siswa melakukan refleksi yang diwujudkan dalam bentuk berikut.
1. Pertanyaan langsung tentang yang diperoleh hari itu
2. Jurnal belajar dibuku pribadi siswa
3. Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu.
• Penilaian Autentik (Authentic Assesment)
Assesmen adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran dengan benar. Data yang dikumpulkan melalui kegiatan penilaian bukanlah untuk mencari informasi tentang belajar siswa. Pembelajaran yang benar harus menekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran.
c. Penerapan CTL di Kelas
Sesuai dengan faktor kebutuhan individual siswa, maka untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran dan pengajaran kontekstual di dalam kelas menurut Hanafiah&Suhana (2009:72) guru harus.
1. Merencanakan pembelajaran sesuai dengan perkembangan mental (developmentally appropriate) siswa.
2. Membentuk group belajar yang saling tergantung (interdependent learning groups).
3. Mempertimbangan keragaman siswa (diversity of students).
4. Menyediakan lingkungan yang mendukung pembelajaran mandiri (self-regulated learning) dengan tiga karakteristik umumnya (kesadaran berpikir, penggunaan strategi dan motivasi berkelanjutan).
5. Memperhatikan multiintelegensi (multiple intelligences) siswa.
6. Menggunakan teknik bertanya (questioning) yang meningkatkan pembelajaran siswa, perkembangan pemecahan masalah dan keterampilan berpikir tingkat tinggi.
7. Mengembangkan pemikiran bahwa siswa akan belajar lebih bermakna jika ia diberi kesempatan untuk bekerja, menemukan, dan mengkontruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan baru (contructivism).
8. Memfasilitasi kegiatan penemuan (inquiry) agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui penemuannya sendiri (bukan hasil mengingat sejumlah fakta).
9. Mengembangkan sifat ingin tahu siswa melalui pengajuan pertanyaan (questioning).
10. Menciptakan masyarakat belajar (learning community) dengan membangun kerjasama antar siswa.
11. Memodelkan (modeling) sesuatu agar siswa dapat menirunya untuk memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru.
12. Mengarahkan siswa untuk merefleksikan tentang apa yang sudah dipelajari.
13. Menerapkan penilaian yang sebenarnya (authentic assessment).