Menerapkan Metode Pembelajaran Sesuai Perkembangan Zaman
SEKOLAHDASAR.NET (26/08/2011) Guru harus menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dalam menerapkan metode pembelajaran. Itulah kata Regina Chin, Dosen dan konsultan BrainFit Singapura seperti dikutip dari kompas.com saat mengisi seminar A Parenting and Educators Workshop “Different Child, Different Brain, Different Needs” di Binus Internasional School, Simprug, Jakarta.
Saat ini, para siswa tak terlepas dari sejumlah perangkat dan kemajuan teknologi. Penyesuaian penting agar guru bisa mengikuti pola pikir para siswanya.
Workshop itu memberikan pertanyaan mendasar bagi para guru, yaitu “Is your school ready for 21st Century Student?”
Contoh penyesuaian itu seperti ketika mengajar bahasa Inggris, setidaknya para guru harus memberikan dua kemampuan tambahan pada siswanya, yaitu viewing dan representing. Mengapa demikian? Ia menjelaskan, anak-anak atau siswa memiliki begitu banyak gambar di kepalanya. Mereka cenderung visual. Sehingga, tak cukup hanya belajar dengan membaca saja. Para siswa harus diperlihatkan gambaran nyatanya.
"Sebagai guru, kita juga harus ‘belajar’ bahasa anak-anak. Mereka familiar sekali dengan Short Message Service (SMS), blogging, e-mail, dan yang sekarang sedang semarak di US adalah vlogging alias video blogging, yaitu merekam aktifitas sehari-hari dengan kamera video dan diunggah ke dalam blog pribadi. Kita harus ikut belajar bahasa-bahasa SMS dan lainnya, agar kita tidak ketinggalan dan dibodohi oleh murid-murid” papar Regina.
Selain itu, menurutnya, para siswa ini juga sudah lebih kritis pemikirannya. Mereka pasti akan bertanya lebih mendalam jika guru tidak menjelaskan secara detil. Oleh karena itu, sebagai pengajar, Regina mengatakan, seorang guru harus melakukan inter-disciplinary approach alias pendekatan lintas bidang.
Guru harus menemukan arti dan maksud mendalam dari mata pelajaran yang diajarkan, melakukan hal-hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Jangan sampai mereka bosan dengan mata pelajaran tersebut.
Para guru juga diingatkan untuk melakukan refleksi atas pola pengajaran yang telah diterapkan, menggali dan menggali apa yang bisa dilakukan untuk proses pengajaran selanjutnya.
Guru juga harus mampu menciptakan kegembiraan di dalam kelas maupun sekolah. Dengan begitu, anak-anak akan semangat dan senang pergi ke sekolah.
Tidak bisa dipungkiri setiap guru atau siswa mengalami zaman yang berbeda. Ada sebuah hadist yang isinya kurang lebih seperti ini. “Didiklah anak-anakmu karena mereka diciptakan untuk menghadapi zaman yang berbeda dengan zamanmu”.
Sudah sepatutnya guru juga mampu mengikuti perkembangan teknologi yang terus berkembang. Jangan sampai ketika seorang siswa bertanya tentang suatu materi pelajaran yang dia dapatkan, misal dari internet, guru tidak mampu menjawabnya. Inilah tantangan guru di era digital. Metode pembelajaran yang digunakan juga disesuaikan dengan perkembangan zaman, tidak hanya perkembangan anak dan materi pelajaran.
Sumber: Kompas
Saat ini, para siswa tak terlepas dari sejumlah perangkat dan kemajuan teknologi. Penyesuaian penting agar guru bisa mengikuti pola pikir para siswanya.
Workshop itu memberikan pertanyaan mendasar bagi para guru, yaitu “Is your school ready for 21st Century Student?”
Contoh penyesuaian itu seperti ketika mengajar bahasa Inggris, setidaknya para guru harus memberikan dua kemampuan tambahan pada siswanya, yaitu viewing dan representing. Mengapa demikian? Ia menjelaskan, anak-anak atau siswa memiliki begitu banyak gambar di kepalanya. Mereka cenderung visual. Sehingga, tak cukup hanya belajar dengan membaca saja. Para siswa harus diperlihatkan gambaran nyatanya.
"Sebagai guru, kita juga harus ‘belajar’ bahasa anak-anak. Mereka familiar sekali dengan Short Message Service (SMS), blogging, e-mail, dan yang sekarang sedang semarak di US adalah vlogging alias video blogging, yaitu merekam aktifitas sehari-hari dengan kamera video dan diunggah ke dalam blog pribadi. Kita harus ikut belajar bahasa-bahasa SMS dan lainnya, agar kita tidak ketinggalan dan dibodohi oleh murid-murid” papar Regina.
Selain itu, menurutnya, para siswa ini juga sudah lebih kritis pemikirannya. Mereka pasti akan bertanya lebih mendalam jika guru tidak menjelaskan secara detil. Oleh karena itu, sebagai pengajar, Regina mengatakan, seorang guru harus melakukan inter-disciplinary approach alias pendekatan lintas bidang.
Guru harus menemukan arti dan maksud mendalam dari mata pelajaran yang diajarkan, melakukan hal-hal yang menyenangkan bagi anak-anak. Jangan sampai mereka bosan dengan mata pelajaran tersebut.
Para guru juga diingatkan untuk melakukan refleksi atas pola pengajaran yang telah diterapkan, menggali dan menggali apa yang bisa dilakukan untuk proses pengajaran selanjutnya.
Guru juga harus mampu menciptakan kegembiraan di dalam kelas maupun sekolah. Dengan begitu, anak-anak akan semangat dan senang pergi ke sekolah.
Tidak bisa dipungkiri setiap guru atau siswa mengalami zaman yang berbeda. Ada sebuah hadist yang isinya kurang lebih seperti ini. “Didiklah anak-anakmu karena mereka diciptakan untuk menghadapi zaman yang berbeda dengan zamanmu”.
Sudah sepatutnya guru juga mampu mengikuti perkembangan teknologi yang terus berkembang. Jangan sampai ketika seorang siswa bertanya tentang suatu materi pelajaran yang dia dapatkan, misal dari internet, guru tidak mampu menjawabnya. Inilah tantangan guru di era digital. Metode pembelajaran yang digunakan juga disesuaikan dengan perkembangan zaman, tidak hanya perkembangan anak dan materi pelajaran.
Sumber: Kompas