75 % Guru SD Belum Sarjana dan 94 % Daerah Kekurangan Guru SD
Kualifikasi pendidikan guru sekolah dasar (SD) masih belum optimal. Dari sekitar 1,46 juta guru SD, sekitar 75 persennya belum bependidikan D-4 atau sarjana. Padahal, menurut Undang-Undang Guru dan Dosen, guru minimal berpendidikan D-4 atau sarjana. Baru sekitar 25 persen guru SD yang kualifikasi pendidikannya sesuai amanat UU Guru dan Dosen.
Salah satu kendala yang dialami guru yang belum sarjana adalah adanya larangan meninggalkan tugas mengajar selama melanjutkan kuliah. Kebutuhan untuk program studi pendidikan guru TK dan SD cukup besar. Demikian juga program pendidikan jasmani dan kesehatan.
Penuntasan kualifikasi pendidikan guru tidak bisa hanya dengan kuliah reguler di lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK). Kuliah di Universitas Terbuka (UT) yang fleksibel juga tidak cukup karena program studi yang terbatas.
Banyak persoalan terkait pendidikan sekolah dasar. Bukan hanya 75 persen guru SD yang belum berkualifikasi pendidikan S-1, jumlah guru SD pun juga kurang, terlebih jika dikaitkan dengan jumlah kelas yang ada.
Persoalan yang memprihatinkan adalah, kekurangan guru SD. Berdasarkan laporan Ketua PGRI kabupaten/kota se-Indonesia pada saat Rapat Koordinasi Pimpinan Nasional PGRI di Makasar beberapa waktu lalu, menyatakan sekitar 94 persen Kabupaten/Kota di Indonesia kekurangan guru SD.
Persoalan kekurangan guru SD itu semakin parah karena pemerintah belum mengatur waktu pengangkatan guru SD dengan jelas. Sementara di lain sisi, guru SD yang masuk waktu pensiun semakin banyak. Bahkan, beberapa provinsi menyatakan guru SD banyak yang mengajukan pensiun dini.
Saat ini, banyak SD dengan enam kelas yang hanya memiliki tiga orang guru. Secara standar, hal itu jelas tidak memenuhi syarat minimal dan berpengaruh pada proses pembelajaran di sekolah. Kekurangan guru SD itu sementara diatasi oleh kepala sekolah dengan mengangkat guru honorer.
Sumber: Kompas
Salah satu kendala yang dialami guru yang belum sarjana adalah adanya larangan meninggalkan tugas mengajar selama melanjutkan kuliah. Kebutuhan untuk program studi pendidikan guru TK dan SD cukup besar. Demikian juga program pendidikan jasmani dan kesehatan.
Penuntasan kualifikasi pendidikan guru tidak bisa hanya dengan kuliah reguler di lembaga pendidikan dan tenaga kependidikan (LPTK). Kuliah di Universitas Terbuka (UT) yang fleksibel juga tidak cukup karena program studi yang terbatas.
Banyak persoalan terkait pendidikan sekolah dasar. Bukan hanya 75 persen guru SD yang belum berkualifikasi pendidikan S-1, jumlah guru SD pun juga kurang, terlebih jika dikaitkan dengan jumlah kelas yang ada.
Persoalan yang memprihatinkan adalah, kekurangan guru SD. Berdasarkan laporan Ketua PGRI kabupaten/kota se-Indonesia pada saat Rapat Koordinasi Pimpinan Nasional PGRI di Makasar beberapa waktu lalu, menyatakan sekitar 94 persen Kabupaten/Kota di Indonesia kekurangan guru SD.
Persoalan kekurangan guru SD itu semakin parah karena pemerintah belum mengatur waktu pengangkatan guru SD dengan jelas. Sementara di lain sisi, guru SD yang masuk waktu pensiun semakin banyak. Bahkan, beberapa provinsi menyatakan guru SD banyak yang mengajukan pensiun dini.
Saat ini, banyak SD dengan enam kelas yang hanya memiliki tiga orang guru. Secara standar, hal itu jelas tidak memenuhi syarat minimal dan berpengaruh pada proses pembelajaran di sekolah. Kekurangan guru SD itu sementara diatasi oleh kepala sekolah dengan mengangkat guru honorer.
Sumber: Kompas