Banyak Guru SD Tidak Mendapat Pelatihan
Ilmu pengetahuan terus berkembang, begitupun dengan ketrampilan mengajar. Sudah semestinya kemampuan guru juga terus ditingkatkan untuk menghadapai tantangan dan meningkatkan kualitas pendidikan. Tetapi kenyataannya banyak guru, khususnya guru sekolah dasar (SD) yang banyak tidak mendapat pelatihan untuk meningkatkan kompetensinya.
Sebuah survei oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada Agustus-November 2012 di 20 kabupaten/kota menyebutkan sekitar 62 persen dari 1.700 guru SD yang disurvei tidak pernah mendapatkan pelatihan. Adapun guru di kota besar rata-rata hanya mengikuti pelatihan satu kali dalam lima tahun. Bahkan dalam survei tersebut, ditemukan guru pegawai negeri sipil yang mendapatkan pelatihan terakhir tahun 1980.
Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti ketika memaparkan hasil survei (5/12/2012) mengakui kalau kualitas guru memang kurang. Tetapi kualitas guru rendah bukan salah guru semata, itu juga karena kapasitas guru tidak dibangun melalui pelatihan. ”Tidak perlu memakai uji kompetensi guru, kami sudah tahu kalau kualitas guru memang kurang,” kata Retno
Kenyataan bahwa guru SD kurang memperoleh pelatihan dibenarkan oleh Kepala Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan pada Kemendikbud, Unifah Rosyidi. Menurutnya, tugas pemberian pelatihan seharusnya dilakukan oleh pemerintah daerah karena sejak otonomi daerah, penanganan guru SD menjadi tanggung jawab daerah.
Otonomi daerah membuat daerah bertanggung jawab pada proses perekrutan hingga remunerasi guru, sedangkan pemerintah pusat bertanggung jawab pada sertifikasi guru, memastikan ketersediaan guru, dan merancang kebutuhan guru.
Pihak Kemendikbud tersebut berdalih uji kompetensi guru yang dilaksanakannya adalah bentuk upaya pemerintah pusat untuk ikut bertanggung jawab minimnya guru SD yang mendapat pelatihan. Uji kompetensi guru dilakukan untuk mengetahui secara persis kondisi guru sehingga bisa diberikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap guru.
Terkait dengan penerapan kurikulum baru 2013, pelatihan guru menjadi sangat penting, mengingat kurikulum 2013 membutuhkan metode pengajaran yang berbeda. Sistem pembelajaran SD yang berbasis tematik integratif menuntut guru untuk bisa menggali kreativitas siswa.
Sebuah survei oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) pada Agustus-November 2012 di 20 kabupaten/kota menyebutkan sekitar 62 persen dari 1.700 guru SD yang disurvei tidak pernah mendapatkan pelatihan. Adapun guru di kota besar rata-rata hanya mengikuti pelatihan satu kali dalam lima tahun. Bahkan dalam survei tersebut, ditemukan guru pegawai negeri sipil yang mendapatkan pelatihan terakhir tahun 1980.
Sekretaris Jenderal FSGI Retno Listyarti ketika memaparkan hasil survei (5/12/2012) mengakui kalau kualitas guru memang kurang. Tetapi kualitas guru rendah bukan salah guru semata, itu juga karena kapasitas guru tidak dibangun melalui pelatihan. ”Tidak perlu memakai uji kompetensi guru, kami sudah tahu kalau kualitas guru memang kurang,” kata Retno
Kenyataan bahwa guru SD kurang memperoleh pelatihan dibenarkan oleh Kepala Pusat Pengembangan Profesi Pendidik Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan Penjaminan Mutu Pendidikan pada Kemendikbud, Unifah Rosyidi. Menurutnya, tugas pemberian pelatihan seharusnya dilakukan oleh pemerintah daerah karena sejak otonomi daerah, penanganan guru SD menjadi tanggung jawab daerah.
Otonomi daerah membuat daerah bertanggung jawab pada proses perekrutan hingga remunerasi guru, sedangkan pemerintah pusat bertanggung jawab pada sertifikasi guru, memastikan ketersediaan guru, dan merancang kebutuhan guru.
Pihak Kemendikbud tersebut berdalih uji kompetensi guru yang dilaksanakannya adalah bentuk upaya pemerintah pusat untuk ikut bertanggung jawab minimnya guru SD yang mendapat pelatihan. Uji kompetensi guru dilakukan untuk mengetahui secara persis kondisi guru sehingga bisa diberikan pelatihan sesuai dengan kebutuhan tiap-tiap guru.
Terkait dengan penerapan kurikulum baru 2013, pelatihan guru menjadi sangat penting, mengingat kurikulum 2013 membutuhkan metode pengajaran yang berbeda. Sistem pembelajaran SD yang berbasis tematik integratif menuntut guru untuk bisa menggali kreativitas siswa.