Benarkah Karakter Moral (Budi Pekerti) Harus Diajarkan?
Karakter atau budi pekerti bukan materi pelajaran, tetapi perbuatan yang harus ditanamkan dari generasi awal ke generasi berikutnya. |
Kata "karakter" berasal dari kata Yunani Kuno "Charakter", mengacu pada tanda terkesan pada koin. Kemudian datang berarti titik di mana satu hal diberitahu terpisah dari orang lain. Ada dua pendekatan ketika berhadapan dengan karakter moral. (1) Etika Normatif melibatkan standar moral yang menunjukkan perilaku benar dan salah. Ini adalah tes perilaku yang tepat dan menentukan apa yang benar dan salah. (2) Etika terapan melibatkan isu-isu spesifik dan kontroversial bersama dengan pilihan moral, dan cenderung melibatkan situasi di mana orang-orang baik untuk atau terhadap masalah ini.
Sebenarnya setiap manusia sejak zaman Nabi Adam sudah punya karakter mulia, yaitu karakter dasar yang paling hakiki yang diturunkan oleh Sang Maha Pencipta, yaitu aturan tingkah laku benar berdasarkan agama samawi. Jika kita dikembalikan pada ajaran tiap agama samawi, pasti semua agama mengajarkan tentang perbuatan baik dan anjuran untuk melaksanakan, juga tentang akibat perbuatan buruk dan kewajiban untuk meninggalkannya (dalam ajaran agama Islam setiap muslim diwajibkan memiliki akhlaqul karimah), dampakanya jika yang baik dilaksanakan dan yang buruk ditinggalkan pasti membawa ketenteraman dan kesejahteraan hidup manusia di dunia dan di akherat secara universal (rahmatan lil ‘aalamiin).
Setiap komunitas/etnik punya harapan yang sama, yaitu semua anggota komunitas bisa melaksanakan pola kehidupan normatif sesuai dengan karakter kolektif yang dimiliki. Dalam hal ini kewajiban orang dewasa harus bersikap jujur selain sebagai pelaku karakter, pemberi contoh, penasihat, pemberi worning, pemberi penghargaan dan sanksi secara adil terhadap diri mereka masing-masing dan terhadap orang lain terutama kepada generasi yang lebih muda.
Sebelum menetapkan sesorang mempunyai karakter harapan kolektif atau tidak, setiap anggota masyarakat dewasa harus menengok diri sendiri apakah ia sudah berkarakter mulia atau belum, sehingga di dalam kehidupan bermasyarakat tidak timpang dan tidak saling menyalahkan. Bisa jadi terbentuknya karakter menyimpang yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu yang bisa meresahkan masyarakat luas dan divonis berkarakter buruk, sebenarnya hanyalah efek dari perbuatan orang dewasa yang menjadi anutan atau teladan nasional yang sudah menyimpang dari norma.
Karakter atau budi pekerti bukan materi pelajaran, tetapi perbuatan yang harus ditanamkan dari generasi awal ke generasi berikutnya hingga akhir zaman. Karakter tidak perlu diajarkan dalam bentuk pembelajaran, karena terbentuknya karakter adalah perbuatan rutin dan latah dilakukan setiap hari. Guru tidak perlu mengajarkan dalam kelas secara teoritik karena sudah masuk (include) dalam pembelajaran semua mata pelajaran dan kehidupan sosial. Nilai-nilai karakter berdasarkan budaya bangsa Indonesia sepert: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kretif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu. Semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/berkomunikasi, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan dan sosial, serta tanggung jawab bisa tertanam dalam jiwa siswa jika hal itu dibiasakan dalam kehidupan sehingga tumbuh menjadi kebiasaan.
Siapa yang harus mempunyai karakter mulia? Semua anggota masyarakat (tua-muda, pejabat-rakyat, berpendidikan-tidak berpendidikan, beragama samawi-beragama ardhi) harus memiliki karakter moral mulia/akhlaqul karimah. Tindakan salah kaprah yang hingga kini adalah selalu membahas kesalahan pelajar/maha siswa karena dicap berkarakter jelek setelah ada berita tawuran pelajar, dekandensi moral pemuda, mahasiswa pengguna narkoba dan melayani sex komersial, dll., kemudian mencetuskan ide-ide atau program-program pendidikan karakter. Seharusnya bukan kesalahan para pemuda, pelajar, dan mahasiswa saja yang menjadi trading topic setiap mucul berita negatif, kesalahan orang-orang kondang yang seharusnya dihormati yang lebih diutamakan untuk rehabilitasi dan proteksi penularannya.
Sebenarnya semua manusia ketika dilahirkan dalam kedaan fitroh/suci. Datangnya pengaruh buruk yang dampaknya menjadi karakter bangsa (karena terlatih dan melekat pada jiwa generasi muda) justru dari orang dewasa, karena kodrat manusia dan hewan secara naluri/instink sifat genetika induk mempengaruhi keturunan. Maka sebenarnya yang meyimpang lebih dulu adalah generasi tua. Jika nilai-nilai karakter di atas sudah dilakukan dan tertanam dengan benar oleh orang-orang yang lahir dahulu, tentu generasi muda tidak perlu dikhawatirkan dan tidak pelu diadakan pendidikan karakter secara khusus.
Masalah yang terjadi sekarang adalah perilaku masyarakat sudah tidak normatif lagi, dan para pemuda, mahasiswa, serta pelajar banyak yang amoral. Para pejabat banyak yang korupsi, kejahatan semakin menjadi-jadi, sementara keadilan dunia semakin sulit dicari. Kenakalan remaja merajalela, begal motor dan geng motor selalu meneror, dan pelecehan seksual semakin brutal. Banyak orang yang lupa pesan Pujanagaaga Mataram, Ronggowarsito: “Anemahi zaman edan, ewuh aya ing pambudi, ora ngedan tan kumanan. Sak beja-bejane wong kang lali isih beja wong kang eling lan waspada.” (“Menemuhi situasi gila, repot untuk memilih, kalau tidak ikut gila tidak mendapat bagian. Seuntung-untungnya orang lupa, masih untung orang yang selalu ingat dan waspada”)
Revolusi moral tidak segera dimulai berarti sengaja bunuh diri. Suatu bangsa akan semakin terpuruk mana kala karakter moral penduduknya tak terkontrol dan terkendali. Situasi dan kondisi yang semakin menjadi-jadi akan membentuk karakter moral/budi pekerti membunuh generasi yang berdampak pada kehidupan mendatang.
Tidak ada istilah terlambat untuk kembali ke kodrat. Masyarakat yang ingin bangkit merevolusi diri secara bersama dan serentak mengubah tabiat buruk dan bertobat, jalan keluar dari keterpurukan masih terbuka. Hal ini tinggal bagaimana dan kapan memulai, bukan hanya sekedar bicara pendidikan karakter yang didengungkan santer. Sergera bertindak nyata solusi pasti ada. Menunda sama halnya dengan apatis, membiarkan berarti menununggu kiamat tanpa ikhtiar.
Bagaimana menanamkan jiwa berkarakter moral/berbudi pekerti mulia? Resep untuk mengembalikan bangsa ini ke jati diri sesuai harapan, yang harus dilaksanakan secara serentak dan berkoordinasi antara lain melalui:
1. Konsistensi terhadap sistem semerintahan yang benar oleh semua pihak
2. Ketegasan penegak hukum dalam menegakkan keadilan
3. Keteladanan aparat negara dan tokoh masyarakat
4. Kesadaran penduduk terhadap implementasi norma agama, norma sosial, dan kelestarian lingkungan
5. Menciptakan kerukunan hidup bermasyarakat secara mikro maupun makro
6. Penanaman akhlaqul karimah dan kaidah kehidupan bermasyarakat sejak dini
7. Pembiasaan akhlaqul karimah dalam kehidupan rumah, sekolah, dan masyarakat
8. Melestarikan sikap tolong menolong dan gotong royong
9. Membiasakan sopan santun dalam segala bentuk berkomunikasi dan bertingkah laku
10. Menghargai dan melestarikan budaya bangsa
11. Mengutamakan musyawarah dalam mencapai mufakat
12. Saling menghargai dan menghormati sesama warga negara.
*) Ditulis oleh Widodo Santoso, S.Pd.,M.Pd. Kepala SDN 4 Mangkujayan, Kabupaten Ponorogo