Peran Pendidikan Keluarga Melanjutkan Semangat Kartini
Pada Kamis (21/4) bangsa ini mengenang kelahiran salah satu putri terbaiknya. Tepat 137 tahun yang lalu, lahirlah seorang pendekar emansipasi wanita, pembaharu pemikiran, pendobrak tradisi, dan pejuang kesetaraan gender, R.A. Kartini.
Hari Kartini selalu diperingati dengan bermacam kegiatan di semua lapisan masyarakat. Namun, seringkali kita terjebak dalam ihwal seremonial saja dalam memperingati Hari Kartini. Padahal lebih dari itu ada makna yang lebih esensi yang kita bisa ambil dari tiap kali peringatan Hari Kartini.
Sejatinya, memperingati hari kelahiran Kartini adalah memperingati semangatnya. Semangat memperjuangkan hak kaum perempuan pribumi pada masa itu yang berada pada status sosial yang rendah, terjajah, buta huruf, miskin, dan tak berkesempatan mengenyam pendidikan yang layak setara kaum laki-laki. Semangat mengubah paradigma konco wingking warisan feodalisme yang melekat pada perempuan Jawa. Dan lebih jauh lagi yaitu semangat memiliki pemikiran jauh ke depan melintasi masanya.
Penularan dan pewarisan semangat-semangat di ataslah yang harusnya menjadi fokus perhatian tiap kali perayaan Hari Kartini. Semangat menyusun berbagai kegiatan dalam perayaan Hari Kartini harusnya menyandarkan diri pada agenda menginfiltrasikan semangat perjuangan Kartini kepada generasi muda. Dengan maksud agar generasi muda bangsa ini bisa meneladani semangat tersebut, terlebih bisa melanjutkan perjuangannya.
Pengembalian makna peringatan Hari Kartini yang telah tereduksi harus menjadi tanggung jawab semua insan di republik ini. Tak terkecuali lembaga pendidikan yang memang mempunyai beban moral untuk melakukannya. Dan keluarga sebagai salah satu dari lingkungan pendidikan wajib mengambil peran.
Menghidupkan peran pendidikan keluarga
Lingkungan keluarga merupakan institusi terkecil dalam sebuah masyarakat. Lingkungan keluarga juga merupakan lingkungan pertama dan terdekat individu. Di lingkungan keluarga inilah individu mulai belajar berbagai macam hal. Memahami lingkungannya, menyelesaikan tugas perkembangannya, membentuk perilaku dan kepribadian, pun belajar membentuk karakternya. Karakter inilah yang kelak akan menentukan kualitas sumberdaya individu yang bersangkutan.
Begitu esensialnya peran pendidikan keluarga memang merupakan satu fakta yang tak terelakan. Seperti kata Freud (dalam Santrock & Yussen, 1992) bahwa masa balita adalah masa terbentuknya struktur kepibadian. Sementara itu, meminjam kata-kata William Bennett, keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi departemen kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan.
Baca juga: Peran Keluarga dalam Membentuk Karakter Anak
Pengalaman hidup pada masa awal individu (anak) akan menjadi pondasi bagi proses perkembangan dan pembelajaran individu selanjutnya. Usia awal kehidupan anak, atau biasa disebut dengan golden age berlangsung ketika anak berada di lingkungan keluarga. Sebagian besar waktu anak juga dihabiskan di lingkungan keluarga.
Banyaknya peluang interaksi antara orangtua dan anak inilah yang memberikan kesempatan orangtua mengambil pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Orang tua yang mengisi interaksinya dengan kegiatan-kegiatan positif, maka kecenderungan pengaruhnya juga berdampak positif terhadap anak. Demikian juga sebaliknya.
Besarnya peran dan tanggung jawab orangtua inilah yang harusnya disadari betul oleh kita semua. Cita-cita menularkan semangat perjuangan Kartini akan lebih efektif jika dimulai dari lingkungan keluarga. Para orangtua haruslah paham betul mengenai ruh dari peringatan Hari Kartini. Maka, pemahaman mengenai Kartini sebagai suatu simbol semangat perubahan, perjuangan melawan ketidakadilan, emansipasi wanita, kesetaraan gender, pun pemahaman bahwa peringatan Hari Kartini bukan hanya tentang kebaya atau perayaan seremonial semata mutlak dimiliki oleh setiap orangtua di republik ini.
Dari orangtua -terlebih ibu- yang paham betul mengenai semangat perjuangan Kartinilah akan pula lahir generasi Kartini berikunya. Bangsa yang sadar betul mengenai apa itu emansipasi, kesetaraan, dan keberanian memperjuangkan hak juga hanya bisa terlahir dari rahim keluarga yang mendidik dan memberikan teladan pada anak-anaknya mengenai nilai-nilai tersebut. Maka jika bangsa ini benar-benar ingin mewujudkan cita-cita tersebut, penyiapan orangtua dan keluarga yang memiliki semangat perjuangan Kartini adalah sebuah keniscayaan.
Menyiapkan keluarga bersemangat Kartini
Cita-cita besar melahirkan generasi bersemangat Kartini agaknya juga mulai menjadi concern dari pemerintah sekarang. Pemerintah -dalam hal ini Kemendikbud- agaknya sadar betul mengenai pentingnya memaksimalkan peran pendidikan keluarga dalam turut serta mencapai tujuan pendidikan nasional. Hal itu setidaknya tercermin dari dibentuknya sebuah direktorat baru di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, yaitu Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga.
Direktorat ini dibentuk dengan maksud untuk menguatkan peran orangtua sebagai pendidik pertama dan utama dalam keluarga. Sebuah gagasan yang brilian, mengingat kerdilnya peran pendidikan keluarga dalam ekosistem pendidikan nasional selama ini. Kita juga sudah sepatutnya memberikan apresiasi kepada Kemendikbud atas berhembusnya angin segar ini. Setidaknya ada pergeseran paradigma pemerintah dalam merevitalisasi sistem pendidikan di negeri ini dengan tidak hanya memfokuskan diri pada penguatan pendidikan formal saja.
Tentunya PR besar menghadang direktorat baru ini. Bagaimana membuat grand design penguatan peran lingkungan keluarga dalam mendukung ekosistem pendidikan nasional. Dibutuhkan perencanaan yang masif dan terstruktur dalam membuat program-program pendukung seperti pendidikan pranikah, pelatihan bagi ibu-ibu rumah tangga, maupun program-program pendukung lain. Melalui program-program penyiapan keluarga itulah diharapkan akan lahir keluarga-keluarga hebat. Keluarga yang bisa menyebarkan nilai dan semangat luhur, tak terkecuali semangat yang dibawa ibu kita Kartini.
Dukungan dan peran kita semua mendukung ikhtiyar baik pemerintah ini wajib hukumnya. Semoga dengan kehadiran Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga ini cita-cita melihat lahirnya keluarga-keluarga pencetak generasi yang meneladani semangat para pahlawan tak lagi jauh panggang dari api.
*) Ditulis oleh Hasan Triyakfi. Guru SD N 3 Kaliori, Kab. Banyumas, Jawa Tengah.