Pengajaran Berbasis Masalah (Problem Based Learning)
Pengajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) adalah suatu pandekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran.
Pengajaran masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (200: 2)), “Pengajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Teaching (Pembelajaran Proyek), Experienced-Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran Autentik), dan Achoered Instruction (Pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)”.
Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan ikuiri.
1. Ciri-cirinya
Berbagai pengembangan pengajaran berbasis masalah telah mencoba menunjukkan ciri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut.
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidMatematika n nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi itu.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (Matematika, Matematika , Ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik.
Pengajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari pemecahan masalah nyata. Mereka harus menganalisasi dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat iferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer (Ibrahim & Nur, 200:5-7).
Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
2. Tujuan Pembelajaran dan Hasil Belajar
Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadikan pembelajar yang otonom dan mandiri. Uraian rinci terhadap ketiga tujuan itu dijelaskan lebih jauh oleh Ibrahim dan Nur (2000:7-12) berikut ini.
Keterampilan Berpikir dan Keterampilan Pemecahan Masalah
Berbagai macam ide telah digunakan untuk menggambarkan cara seseorang berpikir. Tetapi, apakah sebenarnya yang terlibat dalam proses berpikir? Apakah keterampilan berpikir itu dan terutama apakah keterampilan berpikir itu?
- Berpikir adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran.
- Berpikir adalah proses secara simbolik menyatakan (melalui bahasa) objek nyata dan kejadian-kejadian dan penggunaan pernyataan simbolik itu untuk menemuan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu untuk menemukan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu. Pernyataan simbolik (abstrak) seperti itu biasanya berbeda dengan operasi mental yang didasarkan pada tingkat konkret dari fakta dan kasus khusus.
- Berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama.
Tentang berpikir tingkat tinggi, Resnick (1987) memberikan penjelasan sebagai berikut:
- Berpikir tingkat tinggi adalah nonalgoritmik, yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat diterapan sebelumnya.
- Berpikir tingkat tinggi cenderung kompleks. Keseluruhan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut pandang.
- Berpikir tingkat tinggi sering kali menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan keuntungan dan kerugian.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan pertimbangan dan interpretasi.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan ketidakpastian. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas tidak selamanya diketahui.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan banyak penerapan banya kriteria, yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan banyak pengaturan diri tentang proses berpikir. Kita tidak mengakui sebagai berpikir tingkat tinggi pada seseorang jika ada orang lain membantunya pada setiap tahap.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan pencarian makna, menemukan struktur pada keadaan yang tampaknya tidak teratur.
- Berpikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengerahan kerja mental besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangan yang dibutuhkan.
Perlu dicatat bahwa Resnick menggunakan kata-kata dan ungkapan seperti pertimbangan, pengaturan diri, pencarian makna, dan ketidakpastian. Hal ini berarti bahwa proses berpikir dan keterampilan yang perlu diaktifkan sangatlah kompleks. Resnick juga menekankan pentingnya konteks atau keterkaitan pada saat berpikir tentan berpikir. Meskipun proses memiliki beberapa kesamaan antarsituasi, proses itu juga bervarisai bergantung pada apa yang dipikirkan seseorang. Sebagai contoh, proses yang kita gunakan untuk memikirkan Matematika berbeda dengan proses yang kita gunakan untuk memikirkan puisi. Proses berpikir yang digunakan untuk memikirkan ide abstrak berbeda dengan yang digunakan untuk memikirkan situasi kehidupan nyata. Karena hakikat kekomplekan dan konteks dari keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka keterampilan itu tidak dapat diajarkan menggunakan pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan ide dan keterampilan yang lebih konkret. Keterampilan proses dan berpikir tingkat tinggi bagaimanapun juga jelas dapat diajarkan, dan kebanyakan program dan kurikulum dikembangkan untuk tujuan ini sangat mendasarkan diri pada pendekatan yang sama dengan pengajaran berbasis masalah.
a. Pemodelan Peran Orang Dewasa
Resnick juga memberikan rasional tentang bagaimana pengajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar tentang pentingnya peran orang dewasa. Dalam banyak hal pengajaran berbasis masalah bersesuaian dengan aktivitas mental di luar sekolah sebagaimana yang diperankan oleh orang dewasa.
1. Pengajaran berbasis masalah memiliki unsur-unsur belajar magang. Hal tersebut mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran penting dari aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah.
2. Pengajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena tersebut.
b. Pembelajaran yang Otonom dan Mandiri
Pengajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Dengan begitu, siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka secara mandiri dalam hidupnya.
3. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah
Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Tahapan Tingkah Laku Guru
Tahap 1, Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
Tahap 2, Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubugnan dengan masalah tersebut
Tahap 3, Membimbing penyelidikan individual dan kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informsi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penyelasan dan pemecahan masalahnya.
Tahap 4, Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siwa merekncanakan dan menyiapkan karyayang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagai tugas dengan temannya.
Tahap 5, Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan maslah Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
4. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen
Tidak seperti lingkungan belajar yang terstruktur secara ketat yang dibutuhkan dalam pembelajaran langsung atau penggunaan yang hati-hati kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan system manajemen dalam pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh sifatnya yang terbuka, ada proses demokrasi, dan peranan siswa yang aktif. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran yang terstruktur dan dapat diprediksi dalam pengajaran berbasis masalah, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan peranan sentral siswa, bukan guru yang ditekankan.
Pengajaran masalah digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi dalam situasi berorientasi masalah, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar. Menurut Ibrahim dan Nur (200: 2)), “Pengajaran berbasis masalah dikenal dengan nama lain seperti Project-Based Teaching (Pembelajaran Proyek), Experienced-Based Education (Pendidikan berdasarkan pengalaman), Authentic Learning (Pembelajaran Autentik), dan Achoered Instruction (Pembelajaran berakar pada kehidupan nyata)”.
Peran guru dalam pengajaran berbasis masalah adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan ikuiri.
1. Ciri-cirinya
Berbagai pengembangan pengajaran berbasis masalah telah mencoba menunjukkan ciri-ciri pengajaran berbasis masalah sebagai berikut.
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Pengajaran berbasis masalah bukan hanya mengorganisasikan prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang kedua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidMatematika n nyata yang autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi itu.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun pengajaran berbasis masalah mungkin berpusat pada mata pelajaran tertentu (Matematika, Matematika , Ilmu Sosial), masalah yang akan diselidiki telah dipilih yang benar-benar nyata agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
c. Penyelidikan autentik.
Pengajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari pemecahan masalah nyata. Mereka harus menganalisasi dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat iferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan bergantung pada masalah yang sedang dipelajari.
d. Menghasilkan produk/karya dan memamerkannya.
Pengajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat berupa transkrip debat, laporan, model fisik, video atau program komputer (Ibrahim & Nur, 200:5-7).
Pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa bekerja sama satu sama lain (paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil). Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir.
2. Tujuan Pembelajaran dan Hasil Belajar
Pengajaran berbasis masalah dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa. Pengajaran berbasis masalah dikembangkan terutama untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual, belajar tentang berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi, dan menjadikan pembelajar yang otonom dan mandiri. Uraian rinci terhadap ketiga tujuan itu dijelaskan lebih jauh oleh Ibrahim dan Nur (2000:7-12) berikut ini.
Keterampilan Berpikir dan Keterampilan Pemecahan Masalah
Berbagai macam ide telah digunakan untuk menggambarkan cara seseorang berpikir. Tetapi, apakah sebenarnya yang terlibat dalam proses berpikir? Apakah keterampilan berpikir itu dan terutama apakah keterampilan berpikir itu?
- Berpikir adalah proses yang melibatkan operasi mental seperti induksi, deduksi, klasifikasi, dan penalaran.
- Berpikir adalah proses secara simbolik menyatakan (melalui bahasa) objek nyata dan kejadian-kejadian dan penggunaan pernyataan simbolik itu untuk menemuan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu untuk menemukan prinsip-prinsip esensial tentang objek dan kejadian itu. Pernyataan simbolik (abstrak) seperti itu biasanya berbeda dengan operasi mental yang didasarkan pada tingkat konkret dari fakta dan kasus khusus.
- Berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang seksama.
Tentang berpikir tingkat tinggi, Resnick (1987) memberikan penjelasan sebagai berikut:
- Berpikir tingkat tinggi adalah nonalgoritmik, yaitu alur tindakan yang tidak sepenuhnya dapat diterapan sebelumnya.
- Berpikir tingkat tinggi cenderung kompleks. Keseluruhan alurnya tidak dapat diamati dari satu sudut pandang.
- Berpikir tingkat tinggi sering kali menghasilkan banyak solusi, masing-masing dengan keuntungan dan kerugian.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan pertimbangan dan interpretasi.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan ketidakpastian. Segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas tidak selamanya diketahui.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan banyak penerapan banya kriteria, yang kadang-kadang bertentangan satu sama lain.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan banyak pengaturan diri tentang proses berpikir. Kita tidak mengakui sebagai berpikir tingkat tinggi pada seseorang jika ada orang lain membantunya pada setiap tahap.
- Berpikir tingkat tinggi melibatkan pencarian makna, menemukan struktur pada keadaan yang tampaknya tidak teratur.
- Berpikir tingkat tinggi adalah kerja keras. Ada pengerahan kerja mental besar-besaran saat melakukan berbagai jenis elaborasi dan pertimbangan yang dibutuhkan.
Perlu dicatat bahwa Resnick menggunakan kata-kata dan ungkapan seperti pertimbangan, pengaturan diri, pencarian makna, dan ketidakpastian. Hal ini berarti bahwa proses berpikir dan keterampilan yang perlu diaktifkan sangatlah kompleks. Resnick juga menekankan pentingnya konteks atau keterkaitan pada saat berpikir tentan berpikir. Meskipun proses memiliki beberapa kesamaan antarsituasi, proses itu juga bervarisai bergantung pada apa yang dipikirkan seseorang. Sebagai contoh, proses yang kita gunakan untuk memikirkan Matematika berbeda dengan proses yang kita gunakan untuk memikirkan puisi. Proses berpikir yang digunakan untuk memikirkan ide abstrak berbeda dengan yang digunakan untuk memikirkan situasi kehidupan nyata. Karena hakikat kekomplekan dan konteks dari keterampilan berpikir tingkat tinggi, maka keterampilan itu tidak dapat diajarkan menggunakan pendekatan yang dirancang untuk mengajarkan ide dan keterampilan yang lebih konkret. Keterampilan proses dan berpikir tingkat tinggi bagaimanapun juga jelas dapat diajarkan, dan kebanyakan program dan kurikulum dikembangkan untuk tujuan ini sangat mendasarkan diri pada pendekatan yang sama dengan pengajaran berbasis masalah.
a. Pemodelan Peran Orang Dewasa
Resnick juga memberikan rasional tentang bagaimana pengajaran berbasis masalah membantu siswa untuk berkinerja dalam situasi kehidupan nyata dan belajar tentang pentingnya peran orang dewasa. Dalam banyak hal pengajaran berbasis masalah bersesuaian dengan aktivitas mental di luar sekolah sebagaimana yang diperankan oleh orang dewasa.
1. Pengajaran berbasis masalah memiliki unsur-unsur belajar magang. Hal tersebut mendorong pengamatan dan dialog dengan orang lain, sehingga secara bertahap siswa dapat memahami peran penting dari aktivitas mental dan belajar yang terjadi di luar sekolah.
2. Pengajaran berbasis masalah melibatkan siswa dalam penyelidikan pilihan sendiri, yang memungkinkan siswa menginterpretasikan dan menjelaskan fenomena dunia nyata dan membangun pemahamannya tentang fenomena tersebut.
b. Pembelajaran yang Otonom dan Mandiri
Pengajaran berbasis masalah berusaha membantu siswa menjadi pembelajar yang mandiri dan otonom. Bimbingan guru yang berulang-ulang mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan pertanyaan, mencari penyelesaian terhadap masalah nyata oleh mereka sendiri. Dengan begitu, siswa belajar menyelesaikan tugas-tugas mereka secara mandiri dalam hidupnya.
3. Tahapan Pengajaran Berbasis Masalah
Pengajaran berbasis masalah biasanya terdiri dari lima tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa dengan suatu situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis hasil kerja siswa.
Tahapan Tingkah Laku Guru
Tahap 1, Orientasi siswa kepada masalah Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistic yang dibutuhkan, memotivasi siswa agar terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilihnya
Tahap 2, Mengorganisasi siswa untuk belajar Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubugnan dengan masalah tersebut
Tahap 3, Membimbing penyelidikan individual dan kelompok Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informsi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk mendapatkan penyelasan dan pemecahan masalahnya.
Tahap 4, Mengembangkan dan menyajikan hasil karya Guru membantu siwa merekncanakan dan menyiapkan karyayang sesuai seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka berbagai tugas dengan temannya.
Tahap 5, Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan maslah Guru membantu siswa melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
4. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen
Tidak seperti lingkungan belajar yang terstruktur secara ketat yang dibutuhkan dalam pembelajaran langsung atau penggunaan yang hati-hati kelompok kecil dalam pembelajaran kooperatif, lingkungan belajar dan system manajemen dalam pengajaran berbasis masalah dicirikan oleh sifatnya yang terbuka, ada proses demokrasi, dan peranan siswa yang aktif. Meskipun guru dan siswa melakukan tahapan pembelajaran yang terstruktur dan dapat diprediksi dalam pengajaran berbasis masalah, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan peranan sentral siswa, bukan guru yang ditekankan.
Disusun dari berbagai sumber.