Penyebab Rendahnya Penguasaan Materi Siswa Indonesia
HOTS bukanlah mengingat kembali suatu informasi, melainkan ada solusi yang beragam dan bernuansa interpretasi. |
Salah satu penyebab rendahnya penguasaan materi dinilai karena siswa Indonesia belum terbiasa mengerjakan soal menggunakan Higher Order Thinking Skills (HOTS) atau kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Dalam bahasa umum, HOTS merupakan keterampilan berpikir dalam tingkat lebih tinggi yang pendekatannya tidak hanya berpikir untuk mengingat, tetapi juga meningkatkan kreativitas dan analisis memecahkan suatu masalah.
“HOTS bukanlah mengingat kembali suatu informasi, melainkan ada solusi yang beragam dan bernuansa interpretasi. Penerapannya terdiri dari kriteria yang berbeda,” ujar Senior Researcher Fellow ACER, Doug McCurry yang SekolahDasar.Net kutip dari Kompas (06/07/19).
Dia menambahkan, HOTS juga berhubungan suatu masalah yang diperdebatkan dengan alasan yang masuk akal. Selain itu, di dalamnya juga ada kesimpulan, evaluasi, dan argumen.
Lihat juga: Membangkitkan Nalar dan Berpikir Kritis Siswa
“Alasan itu digunakan untuk memecahkan masalah yang unik dan membutuhkan solusi tertentu. Siswa harus membuat keputusan dalam situasi ketika mereka menghadapi suatu masalah, ini merupakan tantangan tersendiri,” kata McCurry.
Menurutnya di Australia, ini menjadi bagian dari sistem penilaian ujian sekolah yang sudah berlangsung bertahun-tahun. Ujian tersebut mengutamakan kemampuan berpikir, bukan hanya mengingat karena kemampuan mengingat itu terbatas.
Australian Council for Educational Research (ACER) Indonesia menggelar diskusi “Mengajar dan Menilai Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi” sebagai salah satu bentuk kepedulian pada sistem pendidikan di Indonesia.
Diskusi digagas untuk melihat sistem ujian Programme for International Student Assessment (PISA) pada tahun 2015, di mana Indonesia menduduki peringkat 10 terendah, bahkan di bawah Vietnam dan Thailand.
PISA digagas oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam evaluasi terhadap sistem pendidikan di 72 negara melalui tiga kompetensi dasar, yaitu membaca, matematika, dan sains.