Sebaiknya Pemerintah Berhenti Berpura-pura Berpihak pada Pendidikan
Apa gunanya juga, bila anggaran pendidikan besar jika gedung-gedung sekolah tak maksimal dibenahi? |
Ketum IGI (Ikatan Guru Indonesia) Muhammad Ramli Rahim mengkritisi anggaran pendidikan dalam Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) tahun 2020 yang menyentuh angka Rp 505,8 triliun, namun belum mampu menjawab permasalahan dasar bidang pendidikan di Indonesia.
"Apakah kenaikan anggaran pendidikan tersebut bakal mampu mewujudkan target pemerintah yakni menciptakan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan industri, mencetak calon-calon pemikir, penemu, dan entrepreneur hebat di masa depan? Atau sebaliknya kinerja bidang pendidikan berjalan seperti biasa alias tidak ada perubahan signifikan?," kata Ramli.
Lihat juga: Faktor yang Memengaruhi Kualitas Pendidikan Nasional
Menurutnya, tidak ada gunanya kenaikan dalam angka-angka jika tak digunakan efektif untuk pendidikan. Pemerintah selama ini terlalu hanyak bermain-main dengan angka-angka, tak sepenuhnya serius mengurusi pendidikan.
Pemerintah dinilai hanya mengelabui masyarakat dan tentu saja mengelabui diri sendiri. Ia mempertanyakan apa gunanya anggaran pendidikan besar jika masih ada guru digaji Rp 50 ribu per bulan.
"Apa gunanya anggaran pendidikan besar jika guru-guru didominasi guru honorer yang pendapatannya di bawah Upah Minimum Regional. Apa gunanya anggaran pendidikan besar jika fasilitas pendidikan seadanya?," kritik Ramli.
Ia menambahkan apa gunanya juga, bila anggaran pendidikan besar jika gedung-gedung sekolah tak maksimal dibenahi? Apa gunanya anggaran pendidikan besar jika bahan ajar dan alat peraga pendidikan saja tak bisa dibenahi.
"Jadi sebaiknya pemerintah berhenti berpura-pura berpihak pada pendidikan tapi dananya disebar ke mana-mana," kata Ramli yang SekolahDasar.Net kutip dari JPNN (20/08/2019).
Anggaran pendidikan 20 persen dari APBN yang konon sesuai amanat Konstitusi itu sudah terlaksana sejak pemerintahan SBY. Ada dua hal yang dianggap Ramli kurang pas dalam memenuhi angka 20 persen anggaran pendidikan tersebut.
Pertama, angka-angka anggaran pendidikan dalam APBN belum sesuai dengan amanat UU Sisdiknas (Sistem Pendidikan Nasional) yang menyebut bahwa dana pendidikan 20 persen APBN adalah di luar gaji pendidik dan biaya pendidikan kedinasan.
Kedua, efektivitas pengalokasian dan pemanfaatan anggaran dipertanyakan mengingat Kemendikbud selama ini hanya mengelola 10 persen dari anggaran pendidikan (2% dari APBN) dan sisanya tersebar di kementerian lain serta transfer ke daerah.
Sebagai contoh, pada APBN 2018, alokasi anggaran fungsi pendidikan mencapai Rp 440,9 triliun. Dari jumlah tersebut, Kemendikbud yang bertanggung jawab terhadap pendidikan dasar dan menengah hanya mengelola Rp 40 triliun (9,1%), lebih kecil dibanding Kementerian Agama (Rp 52,7 triliun) dan Kemristekdikti (Rp 40,4 triliun).
Lihat juga: Kacau, Pendidikan Dasar Kita Lebih Banyak Akademiknya Daripada Nilai Budi Pekerti
Ramli menegaskan, masalah utama pendidikan kita ada di pendidikan dasar. Namun, di sanalah kerusakan paling parah, guru honorer paling banyak, alat peraga pendidikan dan fasilitas pendidikan seadanya. Menurutnya, SMA, SMK, MA dan Pendidikan Tinggi akan lebih mudah dibenahi jika pendidikan dasar kita baik.
Menurut IGI hal paling utama dan paling serius dibenahi adalah pendidikan dasar yaitu SD dan SMP. Tenaga pendidiknya harus guru-guru terbaik dengan pendapatan yang cukup. Fasilitasnya harus fasilitas terbaik dan kurikulumnya mesti diubah lebih fokus pada pengusaan ilmu-ilmu kebutuhan dasar dan pendidikan karakter.