Mendikbud Nadiem Diminta Tetap Mempertahankan Kurikulum 2013
Kurikulum 2013 dirancang untuk meningkatkan kemampuan siswa, bukan hanya pada pengetahuan, tetapi masuk pada keterampilan |
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Nadiem Makarim diminta untuk tetap mempertahankan kurikulum 2013. Pasalnya, Kurikulum pengganti KTSP ini dinilai sudah cukup baik, hanya saja membutuhkan sedikit penyempurnaan.
"Kurikulum 2013 dirancang untuk meningkatkan kemampuan siswa, bukan hanya pada pengetahuan, tetapi masuk pada keterampilan," kata Mantan Wakil Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Musliar Kasim.
Menurutnya kelemahan kurikulum pendidikan di Indonesia sebelum adanya kurikulum 2013 adalah tujuan yang hanya untuk mendapatkan pengetahuan, akibatnya siswa kurang memiliki keterampilan. Padahal yang dibutuhkan dalam kehidupan dan dunia kerja adalah keterampilan, bukan hanya pengetahuan.
Kekurangan itu telah diakomodasi dalam kurikulum 2013. Hanya saja, untuk bisa menerapkan kurikulum itu secara sempurna, perlu sumber daya manusia guru yang memenuhi syarat. Hal ini tentu dapat dipenuhi melalui pelatihan-pelatihan guru.
Lihat juga: Tantangan Guru Untuk Mempersiapkan Generasi Milenial
Musliar menceritakan, dalam merumuskan Kurikulum 2013 itu setidaknya melibatkan 1.000 orang, mulai dari pembahasan hingga pengambilan kebijakan. Praktisi pendidikan dari beberapa negara juga sudah mengakui kualitas kurikulum itu.
"Kalau bisa sampaikan kepada Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru agar kembali meneruskan kurikulum 2013 dan menyempurnakannya," kata Musliar yang dikutip SekolahDasar.Net dari Medcom (10/12/19).
Kebiasaan selama ini, menteri berganti kebijakan ikut berubah. Sementara kurikulum yang sering berubah menurutnya sangat tidak baik untuk pendidikan Indonesia. Lebih baik menyempurnakan yang sudah ada alih-alih memulai kembali semua dari nol.
Sementara itu. Ketua Tim Pelaksana Dewan Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Detiknas), Ilham Akbar Habibie mengatakan, pendidikan ke depan harus bisa memanfaatkan teknologi seperti intelegensi artifisial. Guru bisa memanfaatkan teknologi itu untuk bisa menggali potensi kecerdasan siswa dan memaksimalkannya dengan penanganan yang lebih personal.