3 Syarat Guru Honorer Bisa Dapat Gaji 50% Dari Dana BOS
Kebijakan ini dilakukan atas masukan dan curahan guru non-PNS maupun PNS terkait upah guru honorer yang tidak layak. |
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim menerbitkan payung hukum terkait teknis baru penyaluran dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) reguler. Salah satu yang diatur dalam aturan teknis itu adalah alokasi maksimal dana BOS untuk gaji honorer.
Khusus untuk pembayaran gaji untuk guru honorer terdapat ketentuan khusus. Sekolah dapat menggunakan maksimal 50 persen dari dana BOS untuk pembayaran gaji guru honorer. Ini naik dari batas maksimal sebelumnya yakni 15 persen. Menurut Mendikbud, ini sebagai salah satu cara untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer.
"Penggunaan BOS sekarang lebih fleksibel untuk kebutuhan sekolah. Melalui kolaborasi dengan Kemenkeu dan Kemendagri, kebijakan ini ditujukan sebagai langkah pertama untuk meningkatan kesejahteraan guru-guru honorer dan juga untuk tenaga kependidikan. Porsinya hingga 50 persen," kata Nadiem.
Namun, batas 50 persen dana BOS untuk gaji guru honorer, tak wajib dibelanjakan semuanya untuk tenaga honorer. Pasalnya ada sejumlah sekolah yang tak punya banyak tenaga honorer karena jumlah guru PNS yang sudah memadai. Maka itu kewenangan pemakaian anggaran ada di tangan kepala sekolah.
Nadiem mengatakan kebijakan ini dilakukan atas masukan dan curahan guru non-PNS maupun PNS terkait upah guru honorer yang tidak layak. Selain untuk guru honorer batas maksimal tersebut juga bisa digunakan untuk upah pegawai di institusi pendidikan lainnya, seperti tenaga tata usaha (TU) atau operator administatif.
Pembayaran gaji guru honorer dengan menggunakan dana BOS bisa dilakukan dengan persyaratan guru yang bersangkutan sudah memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK), belum memiliki sertifikasi pendidik, serta sudah tercatat di Data Pokok Pendidikan (Dapodik) sebelum 31 Desember 2019.
Langkah ini merupakan bagian dari kebijakan Merdeka Belajar yang fokus untuk meningkatkan fleksibilitas dan otonomi bagi para kepala sekolah dalam menggunakan dana BOS sesuai kebutuhan sekolah yang berbeda-beda. Namun, ini diikuti dengan pengetatan pelaporan penggunaan dana BOS agar menjadi lebih transparan dan akuntabel.
Selain itu, Nadiem akan mengubah skema penyaluran dana BOS langsung ke rekening sekolah. Dia mengaku menerima banyak laporan sekolah sering terlambat menerima dana BOS. Terlambatnya pencairan praktis mengganggu proses pembelajaran lantaran tidak memiliki dana yang cukup untuk operasional.
“Bahkan ada cerita kepada sekolah maupun guru yang menggadaikan barang pribadinya untuk menalangi biaya operasional. Duduk bersama orang tua murid untuk meminjam uang sebagai biaya operasional. Karena memang tidak ada (uang),” kata Nadiem.
Penyaluran dana BOS akan langsung diberikan oleh Kemenkeu langsung ke rekening sekolah. Proses verifikasi data dan penetapan surat keputusan (SK) dilakukan oleh Kemendikbud. Meski begitu data tetap dari Pemda provinsi maupun kabupaten/kota lewat platform dapodik.
Pemerintah menaikkan nilai satuan dana BOS bagi setiap peserta didik per tahun. Untuk tingkat SD dari Rp800 ribu menjadi Rp900 ribu, SMP dari Rp1 juta menjadi Rp1,1 juta, SMA dari Rp1,4 juta menjadi Rp1,5 juta. Dengan semakin bertambahnya jumlah dana BOS dan besarnya kebebasan yang diberikan ke pihak sekolah, Nadiem berharap transparansi dan akuntabilitasnya pun harus ditingkatkan.