Kenaikan Gaji dan Tunjangan Sertifikasi Jangan Membuat Guru Kehilangan Jati Diri
Demi meningkatkan mutu pendidikan, saat ini kenaikan gaji dan tunjangan sertifikasi guru sangat diperlukan. Tapi hal ini jangan membuat kualitas guru menurun. |
Guru-guru di zaman dulu banyak hidup serba kesusahan karena memperoleh gaji tidak sesuai. Namun tidak dengan kondisi saat ini, di mana guru memperoleh kenaikan gaji dan tunjangan sertifikasi. Lebih makmur? Jelas. Namun apakah itu membuat guru tetap pada hakikatnya?
Bicara soal kemakmuran guru, semua bermula saat UU Guru dan Dosen Nomor 14 Tahun 2005 disahkan. Melalui regulasi yang sudah terjadi sejak 15 tahun lalu itu, martabat para pendidik semakin meningkat. Hal inilah yang membuat guru banyak yang berlomba-lomba mengikuti sertifikasi pendidikan demi memperoleh TPG (Tunjangan Profesi Guru) dan TKG (Tunjangan Khusus Guru).
Memahami Tunjangan dan Gaji Guru yang Meningkat
Dalam perjalanannya, besaran TPG ini pun terus meningkat seperti yang pernah diungkapkan Didik Suhardi, selaku Sekretaris Jenderal Kemendikbud pada bulan Maret 2019 lalu, kepada Republika.
Sekadar informasi, pada tahun 2017 lalu pemerintah menyalurkan TPG sebesar Rp55,1 triliun melalui transfer daerah untuk sekitar 1,3 juta guru PNSD (Pegawai Negeri Sipil Daerah). Namun besaran dana itu meningkat jadi Rp56,9 triliun untuk tahun 2019. Tak hanya TPG, pemerintah pun menyalurkan TKG membuat gaji dan tunjangan guru terus bertambah.
Bahkan untuk guru-guru non PNS yang belum memperoleh sertifikasi, tetap diberikan insentif. Insentif itu terus bertambah sejalan dengan meningkatnya jumlah tenaga pendidik non PNS. Hanya saja, penambahan penghasilan guru belum sepenuhnya berdampak positif, menurut Maksimus Masan Kian.
Pria yang tercatat sebagai guru SMPN 1 Lewolema di pelosok Kabupaten Flores Timur ini, menilai kalau peningkatan penghasilan guru belum memberikan korelasi positif terhadap profesionalisme sekaligus kompetensi guru. Maksimus yang lolos seleksi Guru Diknas Berprestasi 2019 ini menilai kalau penambahan pendapatan para guru belum digunakan secara efektif dan maksimal.
Mengembalikan Jati Diri Para Guru
Cukup miris kalau kenaikan gaji dan tunjangan sertifikasi membuat guru kehilangan jati diri sebagai tenaga pendidik. Apalagi dalam penelitian yang dilakukan World Bank sejak tahun 2009, terungkap bahwa tidak ada pengaruh antara hasil belajar murid dengan program sertifikasi di Indonesia.
Padahal menurut Asep Sapa’at selaku praktisi pendidikan dan Direktur Sekolah Guru Indonesia - Dompet Dhuafa, guru yang paham jati dirinya, mustahil kalau cuma mementingkan gaji. Guru yang memiliki jati diri, akan terus berkembang dalam memberikan kehidupan lebih baik bagi muridnya, terutama murid-murid Sekolah Dasar (SD) yang merupakan awal dari rangkaian pendidikan wajib.
Lihat juga: Ini Alasan Kenapa Guru Tetap Jadi Profesi Keren
Ada beberapa faktor yang membuat seorang guru seolah kehilangan jati diri karena kenaikan gaji dan tunjangan yang melimpah. Berikut bahasannya:
Guru Tak Paham Tunjangan
Memperoleh gaji yang makin besar dan berbagai macam tunjangan, jelas membuat guru semakin bahagia. Hanya saja masih banyak guru yang belum paham manfaat TPG, termasuk dalam mengelola dana dari TPG. Akhirnya, banyak guru yang jadi boros karena memang tak ada audit khusus soal alokasi penggunaan dana TPG.
Guru Tak Paham Profesionalisme
Banyak yang menilai kalau profesionalisme guru dari dan sebelum memperoleh sertifikasi tidaklah berbeda. Kenapa bisa begitu? Karena minimnya evaluasi kerja para tenaga pendidik ini. Padahal kalau memang ingin pendidikan negeri ini berkualitas, tentu harus ada tolak ukur kompetensi guru saat sebelum dan sesudah meraih sertifikasi.
Tentu dibutuhkan kesadaran dari pihak guru itu sendiri dan Kemendikbud dalam mengontrol kualitas guru. Karena mau bagaimanapun juga, baik buruknya pendidikan negeri ini, turut dipengaruhi oleh guru-guru yang berkualitas dan profesional. Untuk itulah, usahakan kalau kenaikan gaji dan tunjangan sertifikasi tak membuat guru kehilangan jati dirinya.