Jika PTM Terbatas Batal, Kemendikbudristek Waspadai Learning Loss Gelombang Kedua
Terus meningkatnya kasus positif Covid-19 membuat rencana pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas pada 12 Juli 2021 mendatang di sejumlah daerah batal. Sehingga berpotensi mengakibatkan terjadinya learning loss gelombang kedua. Untuk itu Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) diminta mewaspadainya.
Penundaan PTM membuat anak-anak sekolah harus kembali menjalani pembelajaran jarak jauh (PJJ) atau daring. Padahal, kata Ketua Umum Pengurus Pusat Jaringan Sekolah Digital Indonesia Muhammad Ramli, sebelumnya Mendikbudristek Nadiem Makarim mengakui kegagalan PJJ di Indonesia sehingga terjadi learning loss pada akhir 2020.
Dengan kondisi saat ini, Ramli tidak bisa berharap banyak. Sebab, pada Januari PTM tak bisa dilaksanakan secara maksimal. Bahkan, sejumlah uji coba PTM saat ini dihentikan. Terlebih, setelah pelaksanaan PPKM darurat, otomatis sekolah di Jawa-Bali tak bisa menyelenggarakan PTM terbatas yang akan dimulai Juli mendatang.
"Tantangan akan semakin parah karena serangan kedua Covid-19 ini mulai rentan bagi anak," kata Ramli yang SekolahDasar.Net kutip dari Jawa Pos (06/07/21).
Menurutnya, dampak learning loss tidak akan berhenti sekalipun sekolah dibuka dan diadakan PTM. Apalagi jika tidak ada kebijakan terkait pemulihan kemampuan belajar terlebih dahulu. Berdasar penelitian Michelle Kaffenberger, dampak learning loss secara global pada anak sangat besar terjadi pada siswa Sekolah Dasar (SD).
Dia menjelaskan bahwa siswa kelas III SD yang melewatkan waktu belajar enam bulan berpotensi kemampuannya tertinggal 1,5 tahun. Kemudian, siswa kelas I SD yang tidak belajar dalam waktu enam bulan akan mengalami ketertinggalan hingga 2,2 tahun. Learning loss juga berdampak panjang sehingga mengakibatkan masalah ekonomi dan sosial di masa depan.
Misalnya, siswa yang kehilangan kesempatan belajar selama 1,5 tahun akan kehilangan pendapatan sebesar 15 persen saat dewasa. Sementara itu, siswa yang kehilangan kesempatan belajar selama 2 tahun akan kehilangan pendapatan sebesar 20 persen saat dewasa.
Untuk mencegah learning loss, Ramli menyarankan para guru masuk 'bengkel'. Sebab, salah satu masalah serius PJJ di Indonesia pada awal pandemi adalah guru yang tidak mampu menggunakan teknologi. Setidaknya, ada lebih dari 60 persen guru yang tidak paham teknologi yang kemudian berakibat pada buruknya kualitas PJJ.
Lihat juga : Tips Guru Mengembalikan Semangat Siswa ke Sekolah Pasca Pandemi
"Data yang kami miliki, hanya 5,7 persen guru yang memiliki kemampuan dan kreativitas yang baik untuk menyajikan pembelajaran jarak jauh yang menyenangkan dan tetap berkualitas," jelas Ramli.
Sementara itu, 33 persen di antaranya bisa menggunakan teknologi dalam PJJ dengan kualitas seadanya. Karena itu, dia mengusulkan agar Kemendikbudristek menghentikan sementara seluruh proses belajar-mengajar. Tujuannya, yang dilatih dan melatih bisa berkonsentrasi penuh menemukan metode mengajar yang paling efektif secara digital.