Beban Administrasi Adalah Penghambat Inovasi Guru, Benarkah?
Mendikbudristek Nadiem Makarim mengatakan bahwa salah satu yang menjadi penghambat meningkatnya kualitas mutu pendidikan adalah administrasi. Karena, terkadang tugas administrasi guru lebih banyak daripada tanggung jawabnya dalam mengajar.
"Tantangan lain yang sampai hari ini masih sering menjadi kendala peningkatan mutu pendidikan adalah tugas-tugas administrasi yang harus diselesaikan guru dan kepala sekolah," ucap Nadiem Makarim pada acara 'Indonesia Makin Cakap Digital' Kamis, 20/05/2021. Dilansir dari medcom.id.
Beban administrasi yang lebih banyak bisa menurunkan kualitas guru dalam mengajar. Selain itu, hal tersebut bisa menghambat kinerja seorang guru dalam memenuhi kebutuhan para muridnya.
Tapi, di zaman sekarang, semua hal itu bisa diatasi dengan adanya teknologi. Teknologi digital bisa membuat semua kerja yang bersifat administrasi menjadi kian cepat. Karena itulah, guru bisa memberikan lebih banyak perhatian kepada para siswanya.
Lihat juga : Perkembangan Teknologi yang Pesat, Menuntut Guru Harus Melek Teknologi
"Terutama dengan personalized learning untuk memastikan setiap anak berkembang sesuai minat dan kemampuannya". Ucap Nadiem Makarim seperti dilansir dari medcom.id
Pada kenyataannya, beban administrasi guru memang menjadi salah satu penghambat inovasi. Tapi, selain itu, menurut kami ada beberapa hal lagi yang menjadi penghambat. Berikut penjelasannya.
1. Kurangnya dana
Tak jarang sebuah inovasi membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Karena itulah, masalah kekurangan dana menjadi salah satu penghambat yang paling besar dalam terbuatnya inovasi . Tidak hanya dana yang dimiliki oleh sekolah, gaji guru pun menjadi salah satunya.
Guru yang bergaji kecil, seperti guru honorer, cenderung tidak bisa mengeluarkan dana yang lebih besar untuk menciptakan inovasi dalam mengajar. Itulah mungkin yang menjadi penyebab mereka hanya mengajar secara normal
2. Kurangnya koordinasi
Kurangnya koordinasi atau kerja sama antar guru menjadi faktor lain dalam hal ini. Contohnya seperti adanya hierarki dan rasa senioritas antar guru. Jika hal seperti itu tetap ada, maka koordinasi akan sulit terwujud. Karena, guru-guru muda yang mungkin memiliki pemikiran baru, akan sulit untuk mendapatkan penerimaan pendapat dari yang sudah senior.
Kurangnya koordinasi mungkin juga bisa terjadi antara guru PNS dan yang masih honorer. Rasa derajat lebih tinggi yang bisa dimiliki oleh guru PNS bisa menyulitkan terbentuknya kerja sama.
3. Tidak memiliki totalitas
Totalitas guru dalam mengajar juga merupakan salah satu yang meningkatkan kualitas pendidikan. Sayangnya, tidak semua guru memiliki totalitas dalam mengejar. Hal tersebut bisa terjadi mungkin karena kurangnya semangat maupun ilmu yang dimiliki oleh guru.
Karena itulah, ada baiknya jika setiap guru memiliki semangat untuk terus meningkatkan kualitasnya. Baik kualitas dalam cara mengajar, maupun dalam ilmu pengetahuan. Jika kedua hal tersebut sudah terlaksana, maka menciptakan inovasi dalam mengajar bukan hal yang sulit untuk dilakukan.
4. Penolakan penggunaan teknologi di sekolah
Mungkin ini menjadi masalah yang cukup besar dalam terhambatnya inovasi. Masih banyak sekolah di Indonesia yang masih menolak penggunaan teknologi, terutama smartphone di sekolah. Penolakan ini banyak terjadi pada jenjang sekolah SD dan SMP. Alasannya mungkin karena memberikan lebih banyak masalah daripada manfaat.
Padahal, jika smartphone dimanfaatkan dengan baik, dan penggunaannya dengan ketat oleh sekolah, bukan tidak mungkin untuk terjadinya inovasi yang besar. Sepertinya pihak sekolah yang melarang smartphone harus memikirkan ulang tentang kebijakannya tersebut.
Meningkatkan efisiensi dan efektivitas kerja bisa membuat mutu pendidikan lebih baik lagi. Karena itulah, baik guru maupun siswa, keduanya harus memainkan peran dengan baik agar lebih mudah mencapai tujuan pendidikan.