Kesulitan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Cerita Pada Mata Pelajaran Matematika
*) Ditulis oleh Thomas E. Kabu
Saya seorang guru di sebuah sekolah swasta di pulau Timor tepatnya di SMA Swasta PGRI Mnelalete, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sudah berjalan tiga tahun saya mengabdi sebagai tenaga pendidik yang mengasuh mata pelajaran matematika, baik itu matematika wajib maupun matematika peminatan. Kita semua tahu bahwa mata pelajaran matematika merupakan salah satu mata pelajaran yang sering ditakuti oleh sebagian siswa, baik itu siswa di tingkat, SD, SMP maupun SMA. Hal yang serupa juga tidak terlepas dari kami yang berada di SMAS PGRI Mnelalete. Ketika saya duduk bercerita dengan siswa tentang cara belajar mereka dan saya juga bertanya tentang apa saja kesulitan mereka dalam belajar, mereka mengatakan bahwa mereka tidak pernah belajar mandiri di rumah karena tidak mengerti jika mencoba untuk belajar sendiri. Mereka juga mengatakan bahwa, matematika merupakan materi yang sangat abstrak dan lebih banyak hitungan sehingga mereka kesulitan dalam memahaminya.
Berdasarkan pengalaman saya selama mengajar di sekolah ini, permasalahan yang saya hadapi selama ini adalah siswa masih mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal cerita pada pembelajaran matematika. Jika soal yang diberikan dalam bentuk bilangan atau hitungan langsung, maka mereka dapat menyelesaikannya dengan tepat dan benar. Namun mereka masih bingung atau sulit menyelesaikan soal cerita yang diberikan dalam bentuk pernyataan atau cerita kontekstual yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari seperti materi logika, program linear, dimensi tiga, trigonometri, geometri dan lain-lain. Ketika saya bercerita dengan mereka diluar jam pelajaran, mereka mengatakan bahwa mereka tidak bisa mengubah sebuah cerita kedalam bentuk matematika. Mereka masih merasa bingung untuk menentukan apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan dalam bentuk soal cerita tersebut kedalam bentuk baku matematika. Hal ini diakibatkan karena rendahnya kemampuan literasi matematis siswa. Oleh karena itu, perlu adanya peningkatan dan pengembangan kemampuan literasi matematis siswa melalui gerakan literasi.
Dampak yang terjadi adalah rendahnya prestasi belajar atau nilai matematika siswa. Sebagian besar siswa yang tidak dapat menyelesaikan soal-soal cerita dalam bentuk quis maupun penilaian harian, mengakibatkan nilai tes matematikanya rendah dan juga tidak mencapai kriteria ketuntasan minimal (KKM). Sebagian besar siswa yang nilainya tidak mencapai KKM menyebabkan ketidak tuntasan belajar matematika siswa baik itu secara individual maupun secara klasikal.
Strategi yang saya terapkan untuk mengatasi masalah di atas adalah membangun gerakan literasi untuk meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa dengan cara membiasakan mereka untuk membaca dan mengolah informasi. Memang langkah seperti ini tidak mudah karena motivasi belajar dan latar belakang siswa itu berbeda- beda. Saya mengawali langkah ini dengan cara melakukan pendekatan kepada siswa secara individu dan juga klasikal. Pada awalnya lumayan sulit untuk duduk bercerita dan berdiskusi bersama siswa tentang literasi, sebab mereka cepat merasa bosan dan malas. Namun saya terus menerus melakukan pendekatan, memberikan motivasi, semangat dan juga inspirasi yang membangun semangat mereka agar mereka terus belajar terutama membiasakan mereka untuk banyak membaca.
Langkah pertama yang saya lakukan adalah ketika saya masuk mengajar dan ada siswa yang masuk terlambat, maka hukumannya adalah berdiri didepan kelas dan membacakan beberapa ayat kitab suci. Langkah kedua, saya meminta mereka untuk menuliskan diari atau kegiatan keseharian mereka dalam sebuah buku dan ketika saya duduk bercerita dengan mereka, saya meminta mereka untuk membacakannya. Langkah ketiga, saya memberikan bahan bacaan kepada mereka untuk membacanya dan menuliskan kembali dalam bentuk rangkuman. Langkah keempat, saya menceritakan kepada mereka suatu masalah kontekstual, saya meminta mereka untuk mengolah informasi dari cerita yang telah saya ceritakan dan menuliskannya dalam bentuk cerpen. Cara-cara seperti ini terus saya lakukan, dan dapat membantu saya dalam meningkatkan kemampuan literasi matematis siswa, sehingga mereka mampu menyelesaikan soal-soal matematika yang berbentuk cerita.
Strategi dan langkah-langkah pendekatan yang telah saya terapkan, terdapat peningkatan kemampuan literasi matematis siswa. Dengan adanya penerapan strategi ini, banyak siswa yang mengalami perubahan, seperti sudah membiasakan dirinya belajar mandiri, mengatur waktu belajarnya sendiri, mengembangkan budaya baca serta dapat menyelesaikan masalah-masalah kontekstual yang berkaitan dengan matematika. Gerakan literasi yang saya lakukan sangat membantu siswa dalam mengembangkan minat baca mereka dan juga meningkatkan daya pikir mereka tentang mengolah sebuah informasi dalam belajar matematika.
Berdasarkan pratik baik gerakan literasi yang telah saya lakukan untuk meningkatkan kemampuan literasi atau kecakapan siswa, terdapat suatu perubahan yang cukup baik yang dilihat dari kemampuan siswa dalam mengolah informasi dan mengimplementasikannya dalam menyelesaikan soal cerita matematika. Marilah kita membangun budaya baca bagi siswa-siswa kita, walaupun sangat sulit dalam memulianya, namun tetap meyakini bahwa kita pasti akan mendapatkan hasil yang baik. Saya mengasuh mata pelajaran matematika, tetapi dalam keseharian saya, saya tetap mensosialisasikan tentang budaya baca, sebab saya meyakini bahwa hanya dengan membaca, akan meningkatnya kemampuan literasi mereka dalam hal memahami sebuah informasi, mengolah informasi dan mengimplementasikannya dalam praktik nyata.
*) Profil Penulis
Thomas E. Kabu, lahir di Tukfenu, Kab. Timor Tengah Selatan, pada tanggal 21 Februari 1996. Saat ini, saya berprofesi sebagai seorang guru matematika di SMAS PGRI Mnelalete. Selain menjadi tenaga pendidik, saya juga merupakan seorang pegiat literasi. Saya mendirikan sebuah komunitas gerakan literasi dengan nama Taman Bacaan Masyarakat (TBM) Cendekiawan Soe.